Keliru dan Revisi Berulang dalam UU Ciptaker yang Sudah Diteken Jokowi

Rizky Alika
3 November 2020, 17:32
jokowi, uu cipta kerja, omnibus law
ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.
Presiden Joko Widodo bersiap meninjau penyerahan Bantuan Sosial Tunai (BST) di Kantor Pos Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/5/2020). Presiden mengecek penyaluran BST kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kota Bogor dan berharap dengan adanya bantuan sosial ini bisa memperkuat daya beli masyarakat hingga nanti konsumsi domestik Indonesia menjadi normal kembali.

Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Undang-undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Jumlah halaman aturan sapu jagat tersebut bertambah dari 812 menjadi 1.187 halaman.

Namun, masih ditemukan kekeliruan frasa dalam beleis yang sudah diteken presiden tersebut. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasal 6 yang membahas peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha.

Advertisement

Pasal tersebut  merujuk Pasal 5 ayat 1 huruf a dari bab sebelumnya. Masalahnya, Pasal 5 hanya berdiri tunggal tanpa penjelasan dalam ayat dan huruf.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui masih ada kesalahan teknis dalam UU tersebut. Karena itu, Kemensetneg juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperbaiki kekeliruan.

“Namun kekeliruan itu hanya bersifat teknis administratif sehingga tak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja,” kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11).

Dia juga mengatakan kekeliruan ini menjadi masukan pemerintah dalam mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) ke depannya. “Agar kesalahan teknis seperti ini tak terjadi lagi,” ujarnya.

Salah satu pasal yang kerap menjadi polemik adalah frasa yang berada di Bab Lingkungan. Namun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan UU Cipta Kerja tidak akan memicu eksploitasi lingkungan.

Menurutnya, pasal-pasal yang tercantum dalam aturan tersebut serta dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menganut prinsip kehati-hatian. Untuk menepis kekhawatiran masyarakat, pemerintah menggunakan instrumen pengontrol yakni Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang akan memastikan rencana suatu program.

"Dilihat dulu secara aspek lingkungannya gimana, strateginya gimana, kebijakannya apa, rencananya apa, programnya gimana, koherensi dengan lingkungan seperti apa," ujar Siti, Selasa (3/11).

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement