Epidemiolog Minta Pemerintah Prioritaskan Sains untuk Izin Vaksin

Rizky Alika
7 Januari 2021, 21:33
bpom, vaksin,covid-19
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Petugas Bio Farma melakukan bongkar muat vaksin COVID-19 Sinovac setibanya di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kamis (7/1/2021). Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada tahap I telah menerima sebanyak 78.400 vaksin COVID-19 Sinovac yang diprioritaskan untuk tenaga kesehatan.

Izin darurat vaksin Covid-19 bikinan Sinovac hingga saat ini masih menunggu izin darurat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Meski demikian, pemerintah telah menargetkan vaksinasi akan dimulai pekan depan.

Pakar kesehatan masyarakat juga menilai izin darurat terlalu cepat bila diterbitkan pada 1-2 pekan ini. Menurut epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan perlu ada laporan awal uji klinis di Indonesia sebelum izin terbit. Tanpa hal itu, vaksinasi dianggap  berbahaya.

Ia pun menilai, laporan awal semestinya baru diterbitkan pada akhir atau pertengahan Januari. Setelah itu, data tersebut masih perlu dikaji oleh BPOM.  "Riset vaksin harus dipimpin oleh sains, tidak boleh oleh politik, ekonomi, karena ini menyangkut manusia," kata Dicky kepada Katadata.co.id, Rabu (6/1).

 Pengujian vaksin ini dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran pada 1.620 sampel di Bandung, Jawa Barat. Dicky menilai jumlah tersebut telah memadai lantaran bisa dikompilasi dengan data berbagai negara.

Indonesia memang bukan satu-satunya negara yang menggelar pengujian vaksin Sinovac. Uji klinis juga dilakukan di Turki dengan jumlah 7.000 sampel. Adapun pengujian serupa di Brasil dilakukan kepada 9.000 relawan.

Adapun hasil pengujian di Turki menunjukkan efikasi vaksin Sinovac mencapai angka 91,25%. Meski demikian Dicky menjelaskan pengujian perlu memastikan tiga jenis keandalan yang perlu diketahui. Pertama, mengetahui seberapa besar vaksin dapat melindungi dari penyakit.

Kedua, efikasi terkait progress penyakit untuk mengetahui tingkat gejala yang dialami oleh penderita Covid-19 yang telah menerima vaksin. Ketiga, besaran efikasi vaksin untuk mencegah penularan. "Jadi kalau efiasi vaksin tidak ada, vaksin hanya mempunyai fungsi proteksi, tapi tetap bisa menular ke orang lain," ujar dia.

Oleh karena itu, Dicky mengingatkan pemerintah agar pemberian izin EUA tidak mengabaikan atau mempercepat prosedur. Bila hal itu terjadi, ia khawatir ada ketidakpercayaan vaksin Covid-19 di masyarakat.

Berbeda dengan Dicky, Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono menganggap jumlah sampel uji klinis sebanyak 1.620 orang terlalu sedikit.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...