Safari Politik PKS, Antara Perkenalan Syaikhu hingga Kans Koalisi 2024
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menggelar safari ke sejumlah partai politik sejak dua pekan belakangan. Terbaru, jajaran petinggi PKS yang dipimpin Presiden Akhmad Syaikhu bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Selasa (6/5).
Sebelum bertemu Gerindra, PKS juga telah sowan ke Partai Nasdem, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat hingga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Meski pertemuan tak menyinggung kontestasi politik, namun pengamat tak memungkiri merupakan bagian persiapan 2024.
"PKS sedang memanaskan mesin partai dan sedang penjajakan untuk persiapan 2024," kata Pengamat politik Universitas Islam Al-Azhar Jakarta, Ujang Komarudin saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (5/5).
Hal tersebut merupakan bagian dari komunikasi politik agar PKS bisa diterima oleh semua partai. Dengan demikian, mereka akan lebih mudah untuk berkoalisi dengan partai lainnya. "Pendekatan sekarang, soal hasil belakangan," ujar dia.
Sementara, pengamat politik dari Exposit Strategic Arif Susanto mengatakan selain penjajakan 2024, safari politik ini merupakan upaya rekonsolidasi partai di bawah nakhoda baru yakni Ahmad Syaikhu. Pergantian Presiden PKS pun dianggap menjadi momentum bagi partai berlambang padi kapas itu untuk melakukan penjajakan politik.
"Mereka leluasa bergerak ke kanan kiri serta risiko politiknya rendah," katanya. Ia menilai, langkah PKS itu tidak menimbulkan risiko politik tinggi lantaran PKS tidak memiliki tokoh dominan.
Dalam pertemuan dengan sejumlah partai, PKS membawa isu yang berbeda-beda. Saat bertemu Prabowo, Syaikhu meminta dukungan Gerindra mengawal Rancangan Undang-Undang Perlindungan Ulama dan Tokoh Agama dan Simbol Agama.
"Mudah-mudahan bisa mewujudkan hal tersebut secara teknis di parlemen," kata Syaikhu, Selasa (4/5) dikutip dari Antara.
Saat bertemu petinggi Nasdem, Jumat (30/4) mereka membicarakan komitmen bersama melawan terorisme. Bersama Golkar, PKS bersepakat mengedepankan politik kebangsaan dan meninggalkan politik identitas.
Adapun saat bertemu PKB pada Kamis (29/4), selain membahas soal keumatan, PKS juga menyinggung penanganan Covid-19. "Serta pemulihan ekonomi nasional," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini.
Sedangkan saat bertemu PDI Perjuangan, PKS menegaskan posisi berada di luar pemerintahan. Meski demikian, kedua partai juga sepakat akan beberapa hal seperti mempercepat vaksinasi hingga insentif pajak untuk meringankan beban masyarakat.
Sekretaris Jenderal PKS Habib Aboebakar Alhabsyi mengatakan dukungan tersebut bisa dilaksanakan melalui banyak RUU. "Kerja sama ini baik dan bisa kami lanjutkan," kata Aboe, Selasa (27/4) lalu.
Belum Tentu Berkoalisi
Meski demikian, Arif menilai, safari tersebut tidak akan memberikan dampak besar seperti adanya koalisi PKS dengan partai tersebut dalam waktu dekat. Ini lantaran kartu politik yang kuat saat ini adalah agenda penanganan dampak pandemi Covid-19.
Hantaman dari oposisi maupun konflik internal partai bisa terjadi bila krisis pandemi semakin memburuk. "Ada efek, iya. Tapi tidak mengubah arah permainan. Sejauh ini faktor besarnya kan pandemi," kata Arif.
Sebaliknya, PDI Perjuangan dan Golkar akan mendapatkan keuntungan besar bila berhasil mengeluarkan Indonesia dari krisis. "Jadi situasi tahun ini masih stagnan. Kalau berubah, paling cepat tahun depan," ujar dia.
Tak hanya itu, Arif menilai masih ada tantangan yang dihadapi PKS lantaran belum pernah menjadi partai berbasis muslim yang dominan. Oleh karena itu, PKS harus pandai memilih kawan dan lawan. "Namun kita paham bahwa politik nasional cukup cair," ujar dia.
Sementara, Ujang Komaruddin memperkirakan, koalisi dengan PDIP atau Golkar bisa saja terjadi. Ia mengatakan politik bersifat pragmatis dan lawan bisa bersatu jika punya kepentingan yang sama.
Adapun Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G. Plate tak memberikan sinyal koalisi kedua partai. Namun komunikasi yang cair akan terus dilakukan seluruh pimpinan parpol.
Hal tersebut merupakan salah satu cara mencegah polarisasi di tengah masyarakat. “Baik itu saat pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden, bahkan pemilihan legislatif harus membangun komunikasi yang konstruktif,” kata Johnny.
Sebelumnya, survei terbaru Indikator Politik Indonesia menunjukkan responden akan memilih partai PDI Perjuangan apabila pemilihan anggota DPR dilakukan saat ini. PDIP mendapatkan suara sebesar 25,3% dari total responden.
Selebihnya, pemilih partai Gerindra sebesar 13,1%, Golkar 9,2%, dan Demokrat 8%. Sementara, partai berbasis Islam seperti PKB dan PKS mendapatkan suara masing-masing 7,2%.
Adapun, survei tersebut dilakukan dengan sampel sebanyak 1.200 responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung. Ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95%.