Rupiah Pagi Ini Dibuka Anjlok Usai Pengumuman Tapering Off The Fed

Abdul Azis Said
4 November 2021, 09:38
rupiah, dolar, tapering off
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.
Karyawan menghitung uang pecahan 100 Dollar Amerika di salah satu gerai penukaran uang asing, di Jakarta, Selasa (29/9/2020).

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,13% ke level Rp 14.331 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah melemah usai pengumuman bank sentral AS, The Fed yang resmi memulai tapering off akhir bulan ini.

Mengutip Bloomberg, rupiah sempat berbalik menguat ke arah Rp 14.328 per dolar AS pada pukul 09.18 WIB. Kendati demikian level tersebut masih lebih rendah dari posisi penutupan kemarin Rp 14.313.

Mayoritas mata uang Asia lainnya justru bergerak menguat. Dolar Hong Kong 0,02%, dolar Taiwan 0,11%, won Korea Selatan 0,1%, peso Filipina 0,03%, rupee India 0,31% dan yuan Cina 0,15%. Sedangkan pelemahan terjadi pada yen Jepang 0,18% bersama dolar Singapura 0,1%, ringgit Malaysia 0,13% dan baht Thailand 0,28%.

Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah kembali tertekan ke level Rp 14.330, dengan potensi penguatan di posisi Rp 14.280 per dolar AS. Sentimen pelemahan datang dari pengumuman The Fed yang akan memulai tapering off alias pengetatan stimulus akhir bulan ini.

"Keputusan the Fed untuk melakukan tapering di November sebesar $15 miliar sudah sesuai dengan ekspektasi pasar. Ini membuat dolar AS berpotensi menguat terhadap nilai tukar lainnya," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis (4/11).

The Fed dalam rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) rabu dini hari (3/11) mengumumkan tapering off yakni pengurangan pembelian aset yang akan dimulai akhir bulan ini.  Dalam dokumen tersebut, pejabat The Fed berencana memulai tapering paling cepat pertengahan November atau Desember.

Pengurangan pembelian aset akan menjadi langkah awal The Fed menarik diri dari intervensi kepada pasar dan ekonomi akibat tekanan pandemi. Sebelumnya, mereka memborong aset pemerintah senilai US$ 120 miliar, rinciannya US$ 80 miliar melalui US Treasury dan US$ 40 miliar di sekuritas beragun hipotek.

Mereka akan mengurangi pembelian tersebut masing-masing US$ 10 miliar di US Treausry dan US$ 5 miliar di sekuritas beragun hipotek. "Mengingat kemajuan substansial lebih lanjut yang telah terlihat pada perekonomian terhadap target yang ditetapkan Komite pada Desember lalu, kami memutuskan untuk mulai mengurangi pembelian aset bulanan," demikian pernyataan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (3/11).

The Fed secara rutin akan mengurangi pembelian aset dengan besaran yang sama setiap bulannya. Mereka juga mengatakan jika pemulihan berlanjut, maka pada Desember aset yang diborong hanya sebesar US$ 90 miliar.

Rinciannya, US$ 60 miliar berupa US Treasury dan US$ 30 miliar sekuritas beragun hipotek. Meski demikian, komite akan fleksibel menyesuaikan kecepatan pembeliannya dengan memperhatikan prospek perekonomian.

"The Fed masih akan memonitor situasi ketenagakerjaan AS ke depannya yang belum pulih benar untuk menaikan suku bunga. Jadi selanjutnya data tenaga kerja AS bisa menjadi penggerak utama nilai tukar dollar AS," kata Ariston.

Ariston mengatakan efek pengumuman tapering off The Fed itu mulai terlihat dari kenaikan imbal hasil US Treasury setelah sempat turun sejak akhir pekan lalu. Mengutip treausry.gov, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sebesar 1,60% pada perdagangan kemarin, tertinggi usai turun 1,5% sepekan terakhir.

Senada dengan Ariston, analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto juga memprediksi rupiah melemah akibat tekanan tapering off The Fed. Ia memperkirakan mata uang Garuda akan anjlok di level Rp 14.320 per dolar AS, dengan potensi penguatan Rp 14.242.

Selain tapering off, sentimen negatif juga datang dari kondisi ekonomi domestik pada kuartal ketiga 2021. Pasar mengantisipasi rilis pertumbuhan ekonomi yang akan lebih lambat.

"Pasar di dalam negeri akan menunggu publikasi data PDB besok. Kami memperkirakan PDB Indonesia akan melambat ke sekitar 4,16% dari 7,07%," kata Rully kepada Katadata.co.id.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi ekonomi triwulan III mampu tumbuh 4,5%. Sementara ekonomi secara keseluruhan tahun akan tumbuh 4%, naik dari kontraksi 2,07% pada tahun lalu.

Reporter: Abdul Azis Said

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...