Sentimen Negatif Omicron Mereda, Rupiah Dibuka Menguat ke 14.224
Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,46 % ke level Rp 14.224 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Kurs garuda masih bisa menguat karena meredanya kekhawatiran pasar terhadap kasus Covid-19 varian Omicron meski penyebarannya meluas.
Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik melemah dari posisi pembukaan ke Rp 14.241 pada pukul 09.25 WIB. Tetapi angka ini belum mencapai posisi penutupan kemarin di Rp 14.290 per dolar AS.
Mata uang Asia lainnya mayoritas juga menguat. Dolar Taiwan menguat 0,1% bersama won Korea Selatan 0,33%, peso Filipina 0,11%, rupee India 0,07%, ringgit Malaysia 0,14%, baht Thailand 0,19%, dan dolar Singapura 0,04%. Sedangkan yuan Cina dan dolar Hong Kong melemah 0,01% bersama yen Jepang 0,04%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperirakan rupiah akan menguat hari ini di kisaran Rp 14.230 per dolar AS, dengan potensi pelemahan di area Rp 14.300. Ia melihat sentimen pasar terhadap penyebaran Omicron semakin membaik.
"Meskipun masih ada ketakutan terhadap penularan yang cepat, sebagian (pelaku) pasar menilai Omicron tidak lebih berbahaya dari Delta dan tidak mengganggu aktivitas ekonomi," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis (23/12).
Meski demikian, kondisi pandemi menuju akhir tahun tampaknya kembali memburuk. Inggris dalam laporan Rabu (22/12) mencatat penambahan 106.122 kasus positif baru, tertinggi sepanjang pandemi. Amerika juga melaporkan lonjakan kasus sebanyak 227.60s kasus baru, bahkan lebih tinggi dibandingkan rekor tertinggi saat lonjakan Delta Juli-Agustus lalu.
Lonjakan di beberapa negara ini seiring penyebaran varian Omicron yang meluas terutama di Eropa. Belanda kembali memberlakukan lockdown, disusul sejumlah negara Eropa lainnya seperti Perancis, Austria, Denmark hingga Irlandia yang memperketat sejumlah aktivitas.
Meski terapresiasi oleh membaiknya sentimen Omicron, Ariston juga memperingatkan tekanan terhadap rupiah berpotensi meningkat menjelang aksi musiman profit taking di pasar saham. "Potensi aksi taking profit menjelang akhir tahun bisa menekan pergerakan harga aset berisiko termasuk rupiah," kata Ariston.