PT Chandra Asri Petrochemical Tbk berencana membangun pabrik petrokimia CAP 2 di kompleks petrokimia terpadunya di Cilegon, Banten. Dalam pembangunannya, Chandra Asri akan menggandeng mitra strategis untuk memperkuat holding, keuangan, serta operasionalnya.
Direktur Chandra Asri Suryandi mengatakan bahwa saat ini sudah ada beberapa calon mitra, salah satunya perusahaan asal Timur Tengah yaitu Mubadala, dan perusahaan migas dan petrokimia asal Austria, OMV.
Namun, Suryandi mengatakan bahwa perseroan masih belum memutuskan siapa yang akan menjadi mitranya. "Memang itu salah satunya, tapi belum fix," kata dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (24/9).
Dia berharap pihaknya bisa menentukan mitra tersebut tahun ini. Sehingga tahun depan Chandra Asri sudah memiliki keputusan akhir investasi (financial investment decision/ FID), dan pembangunan konstruksi pabrik dapat dimulai pada 2021. Pabrik tersebut ditargetkan bisa beroperasi secara komersial (Commercial On Date/ COD) pada semester I 2024.
(Baca: Laba Bersih Chandra Asri Anjlok 71,4% pada Semester I 2019)
Proyek tersebut diprediksi akan membutuhkan dana sekitar US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 35,2 triliun (kurs Rp 14.080 per dolar AS). Setelah rampung, Chandra Asri dapat meningkatkan produksi polyethylene dan polypropylene sebesar 4 juta ton per tahun. Sehingga total produksinya bisa mencapai 8 juta ton per tahun.
Sedangkan untuk belanja tanah yang akan menjadi lahan CAP 2, akan dialokasikan dari kas internal Chandra Asri. Adapun untuk membangun sebuah pabrik petrokimia diperkirakan membutuhkan lahan seluas 200 hektar.
Optimistis Kinerja Positif Meski ada Perang Dagang
Suryandi juga menjelaskan, apabila perang dagang masih berlanjut, perseroan tetap optimis bisa mencapai kinerja yang baik, pasalnya kebutuhan petrokimia di Indonesia masih belum seluruhnya terpenuhi. Industri petrokimia dalam negeri baru bisa memasok 40% dari total kebutuhan.
Selain itu, pada Oktober mendatang perseroan juga akan mengoperasikan pabrik baru yang berada di satu lokasi yang sama untuk meningkatkan produksi. Adapun pabrik baru tersebut yaitu polyethylene berkapasitas 400 kilo ton per tahun (kilo ton per annum/KTA), dan ekspansi pabrik polypropylene sebesar 110 KTA.
(Baca: Tiga Faktor Turunnya Kinerja Chandra Asri di Semester I 2019)
Adapun perusahaan berkode emiten TPIA ini mencatatkan laba bersih pada semester pertama 2019 sebesar US$ 32,9 juta atau Rp 463,2 miliar (asumsi kurs Rp 14.080 per dolar AS). Perolehan laba tersebut turun 71,4% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 115, 2 juta.
Anjloknya laba bersih perseroan seiring pendapatan yang turun 16% dari US$ 1,2 miliar menjadi US$ 1 miliar. Di sisi lain, beban pokok turun, tetapi lebih kecil yakni sebesar 8,2% menjadi US$ 918 juta.
Dengan demikian, laba kotor perusahaan ikut turun dari US$ 237,81 juta menjadi US$ 134,86 juta. Adapun kerugian akibat fluktuasi nilai tukar rupiah turun signifikan akibat penguatan rupiah. Kerugian akibat nilai tukar dari US$ 7,98 juta menjadi US$ 2,29 juta.
(Baca: Krakatau Steel Gandeng Chandra Asri Bangun Pabrik Pengolah Air Laut)