Asia Competitiveness Institute (ACI) merilis hasil kajiannya mengenai peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) tahun 2017 pada 33 Provinsi di Indonesia. Hasilnya, Provinsi DKI Jakarta mengalami penurunan peringkat akibat kurangnya inovasi dalam hal perizinan.
Deputy Director ACI Mulya Amri mengatakan, posisi Jakarta menurun dua peringkat dibandingkan tahun 2015, yakni menjadi peringkat ke-4. Jakarta dikalahkan oleh Jawa Timur di peringkat pertama, Jawa Barat di peringkat kedua, dan Jawa Tengah di peringkat ketiga.
"Skor Jakarta pada indikator Responsiveness to Business and competitive policies yang terbilang rata-rata menunjukkan bahwa Jakarta masih kurang kompetitif dibandingkan dengan provinsi lain yang mengalami banyak kemajuan," ujar Mulya di Jakarta, Selasa (21/11).
(Baca juga: Ekonom Prediksi Pilkada Serentak Dongkrak Ekonomi 2018)
Ia menekankan, kondisi yang dialami Jakarta akibat kurangnya inovasi pada performa kemudahan berusaha. Menurut hasil kajian, hal ini berpotensi membuat calon investor tidak lagi menjadikan Jakarta tujuan utama investasi. Alhasil, pertumbuhan ekonomi Jakarta diproyeksikan stagnan dan berimbas negatif pada penyerapan tenaga kerja.
Dari hasil kajian tersebut, Jakarta juga mengalami penurunan dari kategori Attractiveness to Investor. Peringkat Jakarta turun dari peringkat 1 di tahun 2015 ke peringkat 3 di tahun 2017. Sementara dari kategori Business Friendliness, peringkat Jakarta turun dari peringkat 2 di tahun 2015 ke peringkat 7 di tahun 2017. Lalu, kategori Competitive Policies, Jakarta menduduki peringkat 19 dari total 34 provinsi Indonesia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute Wendy Haryanto mengungkapkan, salah satu hal yang menyebabkan turunnya peringkat kemudahan berusaha Jakarta adalah masalah perizinan bangunan. Pemerintah Provinsi Jakarta dinilai kurang inovatif dalam memberikan kemudahan untuk memperoleh izin tersebut.
"Ini salah satunya disebabkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebagai garda terdepan perizinan mempunyai banyak masalah," ujar Wendy.
(Baca juga: Suhu Politik Menghangat, Pemerintah Sengaja Buat APBN 2018 Konservatif)
Lebih lanjut, Wendy menuturkan, kompleksitas birokrasi di tingkat nasional maupun provinsi membuat pengurusan izin usaha menjadi tidak efektif dan efisien. Terlebih, hingga saat ini, proses perumusan kebijakan terkait perizinan-perizinan utamanya tentang kemudahan berusaha masih belum merangkul pihak swasta.
Co-Director ACI Profesor Tan Kong Yam mengatakan, hasil kajian berupa indeks kemudahan berusaha ini diklaim lebih komprehensif dibandingkan indeks serupa yang dikeluarkan oleh World Bank.
Alasannya, Indeks ACI, lanjut dia, dihitung berdasarkan statistik ekonomi dan menggabungkan pandangan dari 925 pelaku bisnis di 33 provinsi, meliputi reformasi peraturan, kondisi infrastruktur dan tenaga kerja, potensi pasar dan efektivitas biaya.
"Para investor saat ini tengah mengamati bagaimana pemerintah provinsi mempermudah prosedur investasi," ujarnya.