Bisnis berbasis teknologi digital yang berkembang di Indonesia memberikan efek positif terhadap sektor properti. Pertumbuhan bisnis teknologi digital seperti co-working space, online marketplace, teknologi finansial, online gaming, dan travel booking membuat permintaan terhadap ruang perkantoran di wilayah Central Business District (CBD) Jakarta meningkat.
Head of Research John Lang Lasalle (JLL) Indonesia James Taylor mengatakan, lebih dari 50% ruang perkantoran yang terserap pada kuartal III/2017 ini berasal dari perusahaan teknologi digital. Perusahaan teknologi juga kerap melakukan pemutakhiran kantornya dari gedung grade B dan C menjadi grade A.
"Permintaan perusahaan berbasis teknologi belakangan telah menjadi sebuah daya tarik bagi banyak pelaku bisnis properti," kata James di kantornya, Jakarta, Rabu (11/10). (Baca: Grup Astra Makin Serius Lebarkan Sayap di Bisnis Properti)
James menuturkan, total penyerapan gedung perkantoran di CBD mencapai 27 ribu meter persegi pada kuartal III/2017. Hal ini berdampak positif pada total penyerapan selama tahun 2017 sehingga hampir memiliki angka yang hampir sama dengan total agregat serapan tahun 2014-2016.
Pada rentang 2014-2016, nilai serapan gedung perkantoran CBD sebesar 150 ribu meter persegi. Sementara, hingga kuartal III/2017 ini angkanya telah mencapai 140 ribu meter persegi.
"Efek domino dari jenis usaha ini memberikan angin segar di tengah kelesuan bisis properti yang selalu bergerak untuk bangkit," kata James. (Baca: Mewabahnya E-Commerce Geser Tren Properti dari Toko ke Gudang)
Kendati tingkat penyerapan cukup tinggi, banyaknya gedung yang selesai dibangun tahun ini menyebabkan tingkat hunian tetap tertekan di angka 81% untuk rata-rata daerah CBD Jakarta. JLL memperkirakan ada tambahan pasokan sebesar 765 ribu meter persegi yang selesai dibangun di daerah CBD selama tahun 2017.
"Sehingga akan membuat tingkat hunian akan terus tertekan hingga tahun 2019 dan mulai mengalami stabilisasi di tahun 2020," kata James.
Adapun terhadap harga sewa gedung grade A di CBD pada kuartal ini mengalami penurunan sebesar 3%. JLL memperkirakan penurunan akan terjadi hingga 2018. "Kemudian stabil di 2019 dan berpotensi mengalami peningkatan pada 2021," kata James.
Serupa dengan yang terjadi di CBD, tingkat penyerapan di luar CBD untuk ruang perkantoran juga cukup baik. Pada kuartal III/2017, angka penyerapan ruang perkantoran di non-CBD telah mencapai 23 ribu meter persegi.
"Bahkan hingga akhir triwulan ketiga ini, total tingkat permintaan di non-CBD selama 2017 sudah menyamai pencapaian pada 2016 secara penuh," kata James.
JLL memperkirakan akan ada total luas lantai gedung baru sebesar 206 ribu meter persegi yang selesai dibangun pada tahun ini. Pada kuartal III/2017 sendiri ada 1 gedung baru yang selesai dibangun dengan total luas lantai mencapai 8000 meter persegi.
"Sedikitnya gedung baru yang masuk pasar ini merupakan salah satu yang membuat tingkat hunian mengalami peningkatan di daerah di luar CBD dari 75% menjadi 76% pada triwulan ini," kata James.
Meski begitu, harga sewa perkantoran di daerah non-CBD untuk kawasan TB Simatupang masih mengalami penurunan sebesar 3% pada triwulan ini. JLL memperkirakan kondisi pasar properti di daerah non-CBD akan lebih cepat pulih dibandingkan di CBD. "Pada 2019 diharapkan kondisi pasar perkantoran non-CBD mengalami peningkatan.