Masih Susun Strategi Bertahan, Jaya Ancol Tak Akan PHK Karyawan

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Ilustrasi, suasana tempat rekreasi Sea World, Taman Impian Jaya Ancol. PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk telah menutup sementara operasional kawasan wisata Jaya Ancol sejak 14 Maret hingga batas waktu yang tidak ditentukan akibat pandemi Covid-19.
22/4/2020, 13.11 WIB

Adanya pandemi virus corona (Covid-19), yang diikuti penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat pening pelaku industri tempat wisata. Salah satunya, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.

Seperti diketahui, Jaya Ancol telah menghentikan sementara operasional kawasan Taman Impian Jaya Ancol, sejak 14 Maret 2020 hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Penutupan sementara waktu ini dilakukan pada seluruh unit rekreasi, terdiri dari kawasan pantai, Dunia Fantasi, Atlantis Water Adventures, Ocean Dream Samudra, dan Sea World Ancol, termasuk semua restoran dan resor di kawasan Ancol.

VP Corporate Secretary Jaya Ancol Agung Praptono mengatakan, penghentian operasional ini jelas akan berpengaruh pada kinerja perusahaan. Pasalnya, momen Ramadan, Idul Fitri dan liburan sekolah selama tiga bulan ke depan, seharusnya menjadi momen Jaya Ancol mampu mendulang pemasukan besar.

"Pendapatan yang hilang diperkirakan 3,5 bulan, ini dengan asumsi operasional jalan kembali pada 1 Juli 2020," kata Agung dalam keterbukaan informasi, Jumat (17/4).

Sementara, pendapatan dari sektor properti tidak akan terdampak, karena perusahaan masih memungut iuran pengelolaan lingkungan (IPL) dari penghuni properti Ancol. Selain itu, pada Maret 2020 perusahaan juga menerima pemasukan dari penjualan propertinya, yakni Northland.

Meski demikian, ia belum mau mengungkapkan seberapa besar nominal penurunan kinerja Jaya Ancol akibat penghentian sementara operasional ini. Ia hanya menegaskan, saat ini perusahaan tengah mempersiapkan strategi khusus untuk menghadapi krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19.

(Baca: Ribuan Hotel Tutup, Industri Pariwisata Rugi Rp 60 Triliun)

Beberapa strategi yang disusun oleh Jaya Ancol antara lain, memangkas belanja modal atau capital expenditure (capex) dan pengeluaran operasional atau operational expense (opex). Beberapa rencana proyek inovasi dan renovasi pun dilakukan evaluasi berdasarkan skala prioritas.

Sementara itu, selama masa penutupan operasional, semua biaya yang hendak dikeluarkan harus melalui persetujuan dua direksi sebagai mitigasi biaya operasional yang paling efisien.

Meski memangkas capex dan opex, manajemen Jaya Ancol menegaskan tidak akan merumahkan karyawan atau mengambil opsi pemutusan hubungan kerja (PHK). Agung menyebut, opsi PHK sebisa mungkin dihindari oleh manajemen.

“Sehingga dengan segala upaya dan berbagai kebijakan, perusahaan akan tetap mempertahankan karyawan,” kata Agung kepada Katadata.co.id, Rabu (22/4).

Selama penutupan sementara operasional, Jaya Ancol menerapkan pola kerja work from home (WFH) pada sebagian besar karyawannya, sekitar 82%. Sedangkan sisanya tetap datang ke kantor, terutama untuk pekerjaan pemeliharaan dan pengamanan.

Sebelumnya, Jaya Ancol mencatatkan kinerja yang cukup positif sepanjang tahun 2019, dengan capaian laba bersih sebesar Rp 230,42 miliar, naik 3,15% dibandingkan 2018. Capaian laba tersebut didorong oleh kenaikan pendapatan sebesar 5,81% menjadi Rp1,35 triliun.

Pendapatan tiket tercatat menjadi kontributor terbesar yaitu Rp 976,27 miliar. Diikuti pendapatan dari hotel dan restoran, yang tercatat sebesar Rp102,62 miliar dan pendapatan dari sektor properti sebesar Rp 10,32 miliar.

(Baca: Bantu Pariwisata Hadapi Covid-19, Kemenpar Realokasi Anggaran Rp 500 M)

Reporter: Muchammad Egi Fadliansyah