Belanja Pakaian dan Mobil Berubah selama Pandemi, Anggaran Anjlok 90%

ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/wsj.
Pengunjung melintas di depan salah satu toko saat hari pertama pembukaan kembali pusat perbelanjaan di Paris Van Java mall, Bandung, Jawa Barat, Senin (15/6/2020). Survei McKinsey menunjukan pola belanja masyarakat berubah selama pandemi corona.
11/7/2020, 17.27 WIB

Mckinsey baru saja merilis laporan terkait pola konsumsi rumah tangga di Tiongkok, Indonesia, dan India selama pandemi Covid-19. Hasil survei menunjukkan terjadi pengurangan anggaran belanja masyarakat.

McKinsey menyatakan pandemi corona telah mengubah rencana belanja konsumen di tiga negara tersebut. Anggaran pengeluaran dalam beberapa kategori retail berkurang hingga 90% saat puncak karantina (lockdown). Hal itu menyebabkan anggaran belanja rumah tangga hanya seperlima hingga seperempat dari pertumbuhan ekonomi di banyak negara.

Secara khusus, survei itu ingin mengetahui pola belanja konsumen di beberapa kategori seperti pakaian, elektronik, peralatan rumah tangga, dan kendaraan. Selain itu, McKinsey ingin memproyeksi pola konsumsi rumah tangga setelah pandemi. 

"Kami berusaha memahami bagaimana konsumen di negara terpadat di Asia seperti Tiongkok, India dan Indonesia berpikir mengenai pengeluaran, sebagai bagian dari mulai dibukanya ekonomi," kata McKinsey dalam laporan tersebut.

Survei dilaksanakan pada 28 April 2020 hingga 10 Mei 2020 dengan lebih dari 3.600 konsumen di 91 kota. Pada saat survei dilakukan, negara-negara tersebut dalam fase pandemi dengan progres ekonomi yang berbeda.

Namun, secara keseluruhan survei menunjukkan adanya optimisme di negara-negara tersebut. Bahkan sekitar dua pertiga responden di India dan Indonesia berharap pendapatan atau tabungan yang habis selama karantina wilayah bisa pulih pada akhir tahun ini.

Secara garis besar, survei itu menunjukan bahwa banyak responden di tiga negara yang berencana menunda atau membatalkan pembelian barang mewah. Mereka memilih mencari nilai yang lebih baik, dan hanya memilih merek yang dipercaya.

Pada saat yag sama, beberapa responden bergulat dengan rasa bersalah terkait pengeluaran yang mencolok selama pandemi. Sedangkan responden lainnya menunjukkan percepatan untuk menggunakan saluran digital, mengunjungi toko fisik hanya dilakukan untuk merasakan produk.

(Baca: Strategi Bisnis Offline agar Tak Punah di Era Digital)

Berdasarkan survei McKinsey, responden mengindikasikan rencana penundaan atau membatalkan pembelian barang-barang mewah seperti perhiasan, kendaraan, konstruksi atau renovasi rumah. Sebanyak 50% responden Tiongkok dan 61 persen responden Indonesia yang sebelum pandemi berencana membeli mobil menyatakan bakal membatalkan pembelian pada tahun ini.

Selain itu, 59 persen responden di Tiongkok dan 39 persen di Indonesia mengatakan hal yang sama terhadap rencana pembelian perhiasan. Selain itu, sebanyak 13 persen responden dari Tiongkok dan tujuh persen di Indonesia menyatakan menunda atau membatalkan rencana membeli produk perawatan kulit.

Sedangkan responden India kemungkinan kecil membatalkan pembelian mereka. Pasalnya ada sentimen yang bisa berubah jika kondisi ekonomi menurun.

Survei itu juga menunjukkan pandemi berdampak pada pola pikir konsumen terhadap harga dan kualitas produk. Konsumen bakal lebih berhati-hati dengan pengeluaran yang tidak penting.

Banyak konsumen yang berekspektasi mengurangi pengeluaran tahun ini. Di antaranya responden di Tiongkok dan India yang berencana mengurangi belanja dibandingkan sebelum pandemi.

Sedangkan responden Indonesia yang merupakan pembeli pakaian jadi dengan pengeluaran hingga US$ 200 per bulan, memiliki 40% niat untuk berbelanja lebih banyak di masa depan dibandingkan yang mereka lakukan selama pandemi. 

"Kami melihat temuan yang sama untuk perawatan kulit, di mana orang yang menghabiskan lebih dari US$ 350 per tahun berencana meningkatkan belanja di masa depan," ujar McKinsey.

(Baca: Mal di Jakarta Hanya Terisi 30% Pengunjung Saat PSBB Transisi)

Selanjutnya, mayoritas responden memilih merek ternama dengan harga yang bagus sebagai pertimbangan saat berbelanja. Bahkan 60%-80% di antara mereka yang berencana mengurangi belanja tetap memilih merek terpercaya. Walaupun mereka secara aktif mencari diskon atau promosi, atau berahli ke produk yang lebih murah di antara merek tersebut.

Loyalitas pelanggan terhadap sebuah merek sepertinya berlaku untuk kategori barang konsumen tahan lama. Seperti 78 persen penduduk Indonesia berencana mengurangi belanja untuk telepon seluler dibandingkan dengan 45 persen pengurangan belanja untuk pakaian.

Meski begitu, ketidakpastian krisis global yang berkelanjutan menunjukkan adanya perasaan bersalah masyarakat terhadap pengeluaran belanja selama pandemi. Bahkan hal itu terjadi terhadap mereka yang dianggap mampu.

Sepertiga orang di Tiongkok menyatakan rasa bersalah membeli ponsel. Hal serupa terjadi pada seperlima konsumen di India yang berpikir tidak tepat menghabiskan dana dalam konteks sosial saat ini.

Mereka pun berencana mengurangi sangat banyak belanja untuk keperluan rumah tangga. Sentimen itu perlu dipantau dalam beberapa bulan ke depan.

Survei McKinsey juga menunjukkan hasil yang menarik terkait cara konsumen berbelanja.  Perusahaan itu memproyeksi marketplace dengan produk yang beragam bakal mendapatkan keuntungan besar dalam beberapa bulan ke depan, dengan peningkatan jumlah pengguna.

Selain itu, mayoritas responden di India dan Indonesia tetap memilih platfrom yang mereka gunakan selama pandemi corona dibandingkan platform online lain.

Meksi begitu, sejumlah responden menunjukan kenginan untuk kembali berbelanja di toko fisik, terutama untuk responden di Indonesia yang ingin berbelanja pakaian dan ponsel. Sedangkan responden di India ingin berbelanja ke toko fisik untuk produk peralatan rumah tangga yang berukuran kecil.

"Kkami lihat ada keinginan  untuk mengunjungi toko merek eksklusif di India dibandingkan toko yang menjual berbagai produk," ujar McKinsey dalam laporannya.