Tim Kajian Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Bagi Pembangunan Ekonomi Papua merekomendasikan pembentukan gugus tugas khusus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat. Tugasnya adalah untuk mengawasi jalannya program pembangunan dua provinsi tersebut.

Tim Kajian lintas kementerian yang diketuai oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini mencatat banyak program yang tidak mencapai sasaran di Papua dan Papua barat. Penyebabnya adalah program dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berjalan sendiri-sendiri, tidak terintegrasi, dan tidak saling mengisi.

Perlu ada pengawasan terpadu dalam pelaksanaan pembangunan Papua. Menteri PPN / Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan pemerintah telah menganggarkan total Rp 61 triliun bagi Papua dan Papua Barat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Jika tidak ada pengawasan, maka uang ini akan habis tanpa memberikan dampak besar pada masyarakat dan perekonomian Papua.

"Gugus tugas ini khusus sifatnya hanya supervisi, jadi bisa saja kalau BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) jadi anggotanya," kata Sofyan usai menghadiri acara Hari Konsumen Nasional (Harkonas) 2016 di Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (26/4). (Baca: Kaya di Kalimantan, Miskin di Papua)

Nantinya, gugus tugas ini akan melakukan pemfokusan ulang (refocusing) terhadap program-program pembangunan Papua. Selama ini permasalahan dalam pembangunan daerah tersebut adalah pendekatan pemerintah yang hanya diarahkan pada wilayah yang karakteristik alamnya sederhana. Sehingga memudahkan pembangunan. Berbeda dengan pendekatan yang dilakukan pemerintah daerah setempat.

Pembentukan gugus tugas khusus ini sudah diusulkan dalam rapat lintas kementerian di Kantor Menteri Kooridnator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan beberapa waktu lalu. Pembahasannya akan dilanjutkan dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, dalam waktu dekat. (Baca: Jokowi Bentuk Tim Pengelolaan Sumber Daya Alam Papua)

Selain pembentukan gugus tugas, Tim Kajian Pengelolaan Sumber Daya Papua juga merekomendasikan hal lain terkait sektor pertambangan. Rekomendasinya agar jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan untuk survei pertambangan di wilayah Papua dapat lebih lama. Alasannya, kondisi geografis Papua yang sulit dan memakan waktu untuk melakukan penelitian awal tentang potensi mineral di daerah tersebut.

Sofyan mengatakan jika jangka waktu izin pinjam pakai lahan untuk survei ini lebih panjang, diharapkan akan menggairahkan minat investor untuk menggali potensi sumber daya mineral dan bahan tambang lainnya di Papua. "Karena kami melihat izin (pinjam pakai kawasan hutan) itu tidak efektif bagi kegiatan eksplorasi," ujarnya.

Aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang mensyaratkan hutan dalam ketinggian tertentu dianggap sebagai kawasan konservasi, juga dianggap menghambat eksplorasi pertambangan. Padahal, kata Sofyan, rata-rata ketinggian hutan di Papua mencapai 1.000 meter atau 2.000 meter di atas permukaan laut. (Baca: Anggaran Tim Pengelolaan Sumber Daya Alam Papua Dipertanyakan)