Pesatnya transformasi digital telah mendorong lahirnya kota pintar atau smart city. Smart city yakni kota yang mengintegrasikan elemen-elemennya dengan teknologi untuk mendukung kesinambungan kehidupan perkotaan. Tujuan smart city adalah meningkatkan pelayanan publik yang transparan, efisien dan adil bagi masyarakat.
Mengutip laman jurnal.kominfo.go.id, penerapan smart city dalam konteks Indonesia setidaknya didukung oleh tiga elemen utama. Yaitu, kapasitas kelembagaan pemerintah, sumber daya manusia, serta infrastruktur teknologi.
Seiring berkembangnya smart city, pemerintah Indonesia berusaha menerapkan konsep yang sama pada unit yang lebih kecil, yaitu mendorong terciptanya desa pintar atau smart village. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) telah menargetkan lahirnya 3.000 smart villages dalam rentang tahun 2020-2024.
Menteri Desa dan PDTT Abdul Halim Iskandar mendefinisikan smart village sebagai desa yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya melalui pemanfaatan teknologi dalam berbagai aspek. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan desa mandiri.
Desa mandiri adalah desa yang mempunyai ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar, infrastrukturnya memadai, serta punya pelayanan umum dan pemerintahan yang sangat baik. “Smart village adalah pembangunan desa yang berbasis penerapan teknologi tepat guna,” ujar Halim dalam siaran pers.
Hingga tahun 2021, dari 74.957 desa di Indonesia, hanya 3.269 desa yang berstatus sebagai Desa Mandiri. Rinciannya antara lain:
- Desa Mandiri: 3.269 desa
- Desa Maju: 15.321 desa
- Desa Berkembang: 38.083 desa
- Desa Tertinggal: 12.635 desa
- Desa Sangat Tertinggal: 5.649 desa
Halim mengungkapkan, perlu lebih banyak upaya agar desa-desa bisa dikategorikan sebagai desa mandiri. Caranya, adalah lewat program smart village. Perubahan terbesar sebuah desa menjadi smart village teletak pada proses digitalisasinya.
Nantinya, smart village akan menggunakan internet of things, yaitu internet yang mampu membuat berbagai perangkat saling terkoneksi sehingga dapat melakukan pertukaran informasi.
Smart village memiliki enam pilar utama, yaitu warga cerdas (smart people), mobilitas cerdas (smart mobility), ekonomi cerdas (smart economic), pemerintahan cerdas (smart government), pola hidup cerdas (smart living), dan lingkungan cerdas (smart environment).
Kesuksesan smart village tidak hanya terletak pada pembangunan infrastruktur digital untuk warga desa. Peningkatan literasi digital bagi masyarakat desa tidak kalah krusial. Sebab, pembangunan infrastruktur akan percuma apabila sumber daya manusia yang ada tidak dapat memaksimalkan potensinya. Peningkatan literasi digital bagi warga desa akan mengimbangi pembangunan infrastruktur digital yang digelar pemerintah. Ketersediaan infrastruktur digital diikuti dengan keterampilan dan literasi digital masyarakat yang mumpuni akan mendorong tumbuhnya ekosistem ekonomi digital di tingkat desa, serta mendorong inklusi dan transformasi ekonomi.
Mendorong hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menginisiasi gerakan literasi digital lewat kerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Gerakan ini menyediakan edukasi dan pelatihan gratis yang digelar baik secara langsung maupun daring. Pelatihan dihadirkan dalam bentuk seminar, webinar, dan kelas-kelas dengan topik yang berkaitan dengan keterampilan dan literasi digital seperti komunikasi digital, verifikasi data, identifikasi berita hoaks, perlindungan identitas digital, serta etika warga digital.
Adapun pilar-pilar literasi digital yang ditekankan dalam edukasi tersebut antara lain kemampuan digital (digital skill), etika digital (digital ethics), budaya digital (digital culture), dan keamanan digital (digital safety). Lebih jauh seputar implementasi pilar literasi digital dapat Anda simak melalui pranala info.literasidigital.id.