Mengenal Gambus, Alat Musik Khas Melayu

Dok. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Ilustrasi, alat musik tradisional khas Riau, Gambus
Penulis: Tifani
Editor: Agung
6/9/2022, 15.07 WIB

Gambus merupakan salah satu alat musik tradisional masyarakat Riau. Namun ada juga yang mempercayai bahwa Gambus ialah hasil modifikasi alat musik Al’ud yang berasal dari Arab.

Rio Eka Putra dalam jurnal berjudul Fungsi Sosial Ansambel Musik Gambus dalam Kehidupan Masyarakat Riau (2016), menyebutkan bahwa alat musik gambus adalah hasil kontak budaya Melayu dengan Islam melalui Gambus Arab (al oud), sehingga pada awalnya sering disebut dengan Gambus Melayu Riau.

Gambus merupakan alat musik dengan senar yang bentuknya mirip seperti mandolin dan gitar. Bedanya, lubang pada gambus ditutupi menggunakan kulit kambing atau kulit ikan pari. Senar gambus memiliki banyak variasi, mulai dari tiga senar hingga 12 senar, dengan setiap senar dapat berupa senar tunggal maupun senar ganda.

Mengenal Gambus

Pada musik-musik Melayu, Gambus dimainkan dengan iringan alat musik gendang dan marawis. Gambus awalnya dikenal oleh masyarakat Melayu yang berdiam di wilayah pesisir pantai. Bersama dengan masuknya para pedagang dari daerah Timur Tengah pada abad ke- 7 hingga abad ke- 15.

Selain datang untuk berdagang, mereka juga berdakwah memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat. Masuknya para pedagang dari Timur Tengah di daerah Riau, meninggalkan pengaruh dalam bidang budaya dan kesenian.

Permainan musik gambus dalam budaya Riau memiliki berbagai fungsi, dari mulai fungsi hiburan, media komunikasi, media ekspresi diri, mengiringi tarian tradisional, sarana ekonomi, sarana pendidikan dan penyampaian norma, hingga menjembatani pergaulan sosial.

Kini Gambus tidak hanya dimainkan dalam upacara adat melainkan dalam berbagai perhelatan seni dalam rangka mempertahankan tradisi serta budaya Riau. Masyarakat Melayu Riau mulanya, memainkan Gambus secara tunggal dalam mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan sendiri oleh si pemain Gambus.

Sebagai hiburan pribadi, Gambus Melayu biasanya bermain secara spontan tanpa dipersiapkan atau dirancang dahulu sesuai dengan kondisi, situasi, dan perasaan yang tercipta dari si pemain Gambus.

Pemain Gambus menggunakan syair-syair Islami sebagai hiburan di dalam rumah, dan menyanyikan syair-syair bertema asmara atau kehidupan sehari-hari sebagai hiburan di atas perahu saat nelayan sedang memancing maupun menyusuri sungai.

Penyajian Gambus yang berada di dalam rumah, selain sebagai sarana hiburan secara individu juga sebagai pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun kini, Gambus lebih sering dimainkan untuk mengiringi tarian Zapin.

Pergeseran nilai spiritual dan kebersamaan dalam masyarakat Melayu di Riau inilah yang menyebabkan perubahan pandangan masyarakat terhadap kesenian Gambus dan Zapin. Musik Gambus semakin berkembang sejak berpindah alih fungsi sebagai pengiring Zapin di pentas. Sehingga, lagu yang mulanya bernuansa Islami berubah menjadi lagu-lagu yang lebih sekuler.

Perbedaan Gambus Antar Daerah

Dilansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Gambus juga dikenal masyarakat Melayu yang bermukim di Ketapang. Masuknya Gambus di Pulau Kalimantan dimulai dari para mubaligh yang berasal dari Pulau Sumatera. Mereka menggunakan kesenian Gambus untuk mengajarkan nilai-nilai agama Islam di Kalimantan.

Gambus diserap dan dimainkan oleh penduduk asli Desa Mengkiang. Mereka melihat Gambus sebagai alat musik gambus yang unik. Mereka juga terpesona akan keindahan syair-syair yang dinyanyikan oleh pemain Gambus.

Ukuran Gambus khas Melayu di Kalimantan cukup ramping dan memiliki bentuk yang sedikit membulat. Bagian penutup perut Gambus Melayu di Kalimantan biasanya terbuat dari kulit kambing. Ciri utama alat musik Gambus yaitu merupakan satu bagian yang dibentuk dengan proses dipahat.

Bila dicermati, bentuk Gambus terdiri dari kepala, telinga untuk menyetel tali, leher, perut, dan bagian ekor. Sebagian perut gambus yang dipahat biasanya ditutup dengan lembaran papan tipis. Umumnya itu menggunakan kayu nangka. Beberapa Gambus zaman dahulu menyertakan tulisan ayat-ayat Alquran di bagian kulitnya.

Namun, kini itu lebih bermotifkan flora dan fauna. Sedangkan Gambus yang berkembang di Melayu Pulau Sumatera umumnya memiliki tujuh penyetem (telinga) yang dipasakkan pada kepala gambus. Bentuk kepala dan desain perut gambus juga berbeda-beda di tiap daerah, mengikuti budaya setempat.

Kepala Gambus yang ada daerah Riau, berbeda dengan daerah-daerah di Malaysia dan Brunei yang umumnya lebih sederhana. Di daerah Riau, kepala gambus biasanya menggambarkan simbol-simbol seperti burung, bunga, atau kepala hewan, yang mewakili mitologi.

Setiap gambus pun memiliki ukuran berbeda-beda. Gambus yang ada di Indonesia biasanya memiliki leher yang lebih kecil dan panjang, sedangkan gambus semenanjung Malaysia relatif lebih pendek. Semua gambus Melayu memiliki bagian ekor untuk pegangan tali senar. Ukuran panjang keseluruhan gambus umumnya sekitar 1 meter, dengan ketebalan 10-15 cm dan lebar 20-25 cm.

Bagian depan leher rata dengan bagian bawah perut yang ditutup dengan menggunakan kulit kambing kering sekitar 30 cm. Umumnya, gambus terdiri atas empat nada. Nada gambus cukup beragam. Ada yang bernada A-D-G-C, G-D-G-C, dan masih banyak lagi.