PT Pertamina EP Cepu (PEPC) mencatatkan laba US$ 849 juta pada tahun lalu. Perusahaan mengklaim labanya yang terbesar dibanding anak usaha Pertamina lainnya.
Pencapaian tersebut meningkat 0,75% dibanding 2018, yang hanya US4 843 juta. Sepanjang tahun lalu, PEPC membukukan pendapatan US$ 1,8 miliar.
Direktur Utama PEPC Jamsaton Nababan mengaku senang dengan pencapaian kinerja selama tahun lalu. Menurut dia, peningkatan laba menunjukkan kerja keras dan komitmen perusahaan.
"Saya sangat mengapresiasi kinerja para pekerja PEPC dan juga stakeholders yang selama ini mendukung PEPC," ujar Jamsaton dalam siaran pers, Rabu (4/3).
(Baca: Pendapatan Pertamina Turun 9,5% Jadi Rp 719,7 Triliun Tahun Lalu)
Selain itu, Lapangan Banyu Urip mencatatkan realisasi produksi (lifting) mencapai 102% dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Lapangan minyak dan gas (migas) ini menyumbang lebih dari 25% produksi nasional.
Kontribusi Lapangan Banyu Urip itu melampaui target produksi 2019, dengan rata-rata produksi 217,6 ribu barel minyak per hari (MBOPD). (Baca: Pertamina Kaji Pemindahan Kilang Baru dari Bontang ke Sumatera)
Kemudian, Lapangan Kedung Keris yang onstream pada 22 November lalu turut menyumbang tambahan produksi minyak nasional 5.000 BOPD. Produksinya bahkan dapat ditingkatkan menjadi 10 ribu BOPD.
Sedangkan progres proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) secara keseluruhan mencapai 50,05% pada akhir 2019. Progres itu ditinjau dari aspek akuisisi lahan, early civil works, serta EPC Gas Processing Facilities dan Drilling.
Selain itu, PEPC mengelola proyek JTB dengan hak partisipasi 92% dan sisanya 8% dipegang oleh Pertamina EP (PEP). Proyek ini merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastuktur Prioritas (KPPIP).
Jamsaton optimistis, kinerja perusahaannya bakal semakin baik tahun ini. (Baca: Genjot Produksi, Pertamina Percepat Pengeboran 6 Sumur Migas)