Permintaan Turun, Harga Batu Bara Oktober Anjlok ke US$ 64,8 per Ton

Aktivitas di tambang Batu bara legal di Desa Jahab, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (17/1).
Editor: Ekarina
7/10/2019, 19.38 WIB

Harga batu bara pada bulan ini kembali tertekan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan, Harga Batu Bara Acuan (HBA) periode Oktober 2019 sebesar US$ 64,8 per ton, merosot dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 65,79, maupun Agustus yang bertengger di level US$ 72,67.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan HBA Oktober masih mengalami tekanan. "HBA US$ 64,8 per ton. Maunya saya naik,” kata Bambang di Gedung Kementerian ESDM, Senin (7/10).

Menurut dia, kejatuhan harga  batu bara acuan akan berpengaruh terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun ini. Padahal sudah beberapa tahun terakhir PNBP batu bara jadi andalan untuk mendongkrak penerimaan negara di sektor minerba. "Pengaruhnya ke PNBP turun," ujarnya.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan pergerakan harga erat dipengaruhi kondisi global. Satu di antaranya karena turunnya permintaan batu bara dari Tiongkok. 

(Baca: Harga Batu Bara Agustus Naik Disokong Permintaan Tiongkok dan Korea)

Negeri Panda tersebut sedang menggenjot produksi batu bara dalam negeri. Oleh sebab itu, Tiongkok mengeluarkan kebijakan pembatasan impor batu bara.

"Faktor lainnya yaitu perang dagang antara negara Tiongkok dan Amerika Serikat masih berlanjut serta menurunnya permintaan batu bara dari Eropa," ujarnya.

Walau demikian ada potensi membaik. Banjir yang melanda India, menurut Agung, bisa mengerek harga di November 2019. Pasalnya India membutuhkan pasokan impor seiring dengan terhentinya salah satu tambang terbesar di negara itu yang memproduksi batu bara. "Bulan depan kemungkinan naik karena banjir India," kata Agung.

(Baca: Harga Batu Bara Anjlok, Bukit Asam Efisiensi Kurangi Stripping Ratio)

Sebelumnya, HBA sempat menanjak hingga menembus US$ 100 per ton pada 2018, namun berangsur turun dan terus mengalami tren penurunan sepanjang tahun ini. 

Reporter: Verda Nano Setiawan