Jatam Desak Pemerintah Tutup Lahan Tambang Eks Tanito Harum

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi, tambang batubara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mencabut Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Tanito Harum pada 20 Juni 2019 lalu.
24/7/2019, 06.25 WIB

Berdasarkan catatan Jatam, KPC telah melakukan penyerobotan lahan seluas 60 hektar milik Kelompok Tani Bersatu di Desa Sepaso, Kutai Timur, Kalimantan Timur pada tahun 2000 lalu. Bahkan pada 2012-2014 di Sungai Bendili dan Sungai Sangatta terjadi pencemaran akibat aktivitas KPC yang membuang limbah tambang batu bara beracun di hulu Sungai Keraitan. Ini menyebabkan ekosistem sumber air di Sungai Keraitan tercemar. Sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan kebutuhan sayur-mayur, ikan dan bumbu dapur.

Kemudian PT Arutmin Indonesia dinilai telah mengklaim sepihak lahan milik masyarakat seluas 30 hektar (ha). Aktivitas tambang tersebut dinilai membuat kekeringan dan perubahan warna sungai Salajuan menjadi hitam. Warga kesulitan mendapatkan pasokan air bersih sejak air Sungai Balangan tercemar, serta penurunan pendapatan nelayan muara Sungai Satui.

(Baca: Lubang Maut Sisa Tambang)

Lalu, PT Adaro Indonesia yang pada tahun 2003 lalu melakukan perpindahan paksa wilayah tempat tinggal warga di dua desa di Kecamatan Paringin dan Wonorejo, yakni Desa Lamida Atas dan Juai, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Aktivitas penambangan perusahaan ini menyebabkan banjir yang menimpa warga Tamiang dan Pulau Ku’u.

Puluhan hektar sawah di Kabupaten Tapin juga sering terendam air. Selain itu, sumur milik warga sudah tidak bisa lagi dikonsumsi akibat tercemar batu bara. Adapun lahan pertanian warga semakin menyusut akibat perluasan lahan perusahaan.

PT Berau Coal Energy pada 2011 lalu mendapatkan protes dari warga Sei Bedungan, Tanjung Redeb, Kalimantan Timur, karena membuka area tambang batu bara seluas 1.400 hektar di tengah kota. Penambangan ini dikhawatirkan mengakibatkan banjir karena berdekatan dengan sisi Sungai Segah dan Kelay. Pada tahun yang sama, perusahaan tidak mereklamasi lubang tambang yang telah digali di Binungan, Lati, Sambata, dan Tumbit.

PT Kideco Jaya Agung dinilai telah melakukan penggusuran lahan kelola dan wilayah keramat masyarakat adat Dayak Paser, Kalimantan Timur seluas 27 ribu hektar pada tahun 1982 dan melarang masyarakat adat untuk membuka dan berkegiatan di lahan yang masuk dalam konsesi perusahaan. Selain itu,  terjadi perampasan lahan di Desa Songka, Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser Kalimantan Timur seluas 598 Ha. Perusahaan mencemari Sungai Samurangau dan Sungai Biu sehingga air tidak bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Terakhir adalah MHU yang menurut catatan Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur,  telah meninggalkan 56 lubang bekas tambang terserak di Kutai Kartanegara pada 2017 lalu. Salah satu lubangnya di Kelurahan Loa Ipuh Darat Kilometer 14. Akibatnya,  satu orang penduduk tewas pada Desember 2015. Hingga kini kasusnya menguap tanpa penegakan hukum.

(Baca: Belajar dari Karut Marut Tata Kelola Tambang Batu Bara)

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati