Pelaksana Tugas Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Djoko Rahardjo Abumanan membantah pihaknya menolak untuk membeli listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Menurut dia, PLN sudah membeli listrik yang dihasilkan PLTSa.
Djoko menjelaskan tujuan utama pembangunan PLTSa adalah mengurangi sampah yang menumpuk, sedangkan listriknya adalah bonus. PLN bisa membeli listrik bila Produsen Listrik Swasta (IPP) yang membuat PLTSa telah melakukan studi kelayakan dan mendapatkan persetujuan dari Pemda.
Maka itu, Pemda memiliki peran penting dalam pembangunan PLTSa. "Kan itu harus dilakukan studi kelayakan, diuji terlebih dulu, sampah itu bisa jadi listrik atau tidak," kata dia saat ditemui di Jakarta, Kamis (18/7).
(Baca: Jokowi Kawal Pembangunan Pembangkit Listrik Sampah di Empat Daerah)
Saat ini, PLN telah memiliki perjanjian jual beli listrik untuk PLTSa di Klungkung, Bali, dengan kapasitas 40 kilowatt hour (kWh). Selain itu, PLTSa pertama di Indonesia yakni PLTSa Bantargebang, Bekasi sebesar 14 Megawatt (MW).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas tentang perkembangan PLTSa. Terdapat 12 kabupaten/kota yang telah mengajukan usulan pembangunan PLTSa. Dari jumlah tersebut, empat di antaranya tengah melaksanakan pembangunan.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyebutkan empat daerah tersebut yaitu Surabaya, Bekasi, Solo, dan Jakarta. Bali juga tengah mengebut pembangunan sebagai bentuk tata kelola sampah yang baik. "Tujuh daerah lain sedang membuat prototype yang sama," ujarnya.
(Baca: Kementerian ESDM Catat Ada 21 Proyek Pembangkit Potensial)
Ia menjelaskan, pembangunan PLTSa di 12 kabupaten/kota masih terkendala karena PLN tidak mau membeli listrik akibat perhitungan harga yang tak menguntungkan. Padahal, Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 telah mengatur harga acuan yakni US$ 13,35 sen per kWh untuk besaran kapasitas sampai dengan 20 MW.
Karena itu, Pramono memastikan empat kota yang sudah mulai pembangunan PLTSa akan mendapat pengawalan langsung dari Presiden.