PT Bukit Asam Tbk menargetkan produksi batu bara hingga akhir tahun ini sebesar 27,3 juta ton. Target tersebut sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan yang diajukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Corporate Secretary Bukit Asam Suherman menjelaskan, meski harga batu bara mengalami tren penurunan, perusahaan tidak berencana untuk merevisi target produksi pada semester II. "Masih sesuai dengan rencana 2019," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (17/7).

Ia menyebutkan bahwa saat ini kapasitas angkut dan alat produksi sedang dalam tahap yang optimal. Sehingga, dipastikan jumlah produksi bisa mencapai target. Namun, Bukit Asam menyesuaikan kualitas batu bara yang diproduksinya, khususnya untuk kalori tinggi.

Senada dengan Bukit Asam, PT Adaro Energy Tbk juga belum ada rencana untuk merevisi target produksi dalam RKAB 2019 yaitu sebesar 54-56 juta ton. Untuk menghadapi tren penurunan harga batu bara global, Adaro akan menjalankan keunggulan operasional diseluruh rantai bisnisnya. Tujuannya, agar menghasilkan kinerja yang solid dan operaional dapat berjalan baik dan aman.

(Baca: Harga Acuan Anjlok, Ekspor Batu Bara Semester I Turun 4,98%)

"Saat ini belum ada revisi apapun, masih sesuai panduan yang ditetapkan. Kami masih optimis bisa mencapai target," ujar Head of Corporate Communciation Division Adaro Energy Febriati Nadira.

Adapun Kementerina Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) untuk kalori 6.322 kcal pada Juli ini sebesar US$ 71,92 per ton. Harga ini merosot 13,2% dibandingkan Juni 2019 yaitu sebesar US$ 81,48 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan penurunan harga ini disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, "India membatasi impor karena beberapa pabrik keramik ditutup sementara karena alasan lingkungan," kata Agung saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Kamis (4/7) lalu.

Faktor lainnya yaitu, Tiongkok yang membatasi impor batu bara dan meningkatkan produksi batu bara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Batu bara dari Rusia yang mulai memasuki pasar Asia. Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok.

(Baca: Jejak Adaro dan Transisi Energi Hong Kong)

Berdasarkan catatan katadata.co.id, HBA Juli 2019 ini merupakan yang terendah sejak November 2016. HBA sempat naik hingga menembus US$ 100 per ton pada 2018, namun kemudian berangsur turun.

Pada Januari 2019, HBA tercatat berada di level US$ 92,41, kemudian turun menjadi US$ 91,80 pada Februari, dan turun lagi menjadi US$ 90,57 pada Maret. HBA pada April kembali turun menjadi US$ 88,85 per ton. Namun, HBA naik tipis menjadi US$ 89,53 per ton pada Mei. Per Juni, HBA kembali merosot menjadi US$ 81,49 per ton, dan semakin merosot ke posisi US$ 71,92 per Juli.

Reporter: Fariha Sulmaihati