Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Angka Ekonomi China

Chevron
Ilustrasi. Harga minyak dunia turun lebih dari 1% pada perdagangan Selasa pagi (18/6), setelah Tiongkok merilis angka-angka ekonominya yang memburuk.
18/6/2019, 11.30 WIB

Harga minyak dunia turun lebih dari 1% pada perdagangan Selasa pagi (18/6), setelah Tiongkok merilis angka-angka ekonominya yang memburuk. Pasar khawatir pelemahan ekonomi  Negeri Tirai Bambu dapat menurunkan permintaan minyak global.

Berdasarkan data dari Bloomberg pukul 09.47 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli turun US$ 0,12 atau sebesar 0,7% menjadi US$ 51,81 per barel. Sementara untuk minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus turun US$ 0,14 atau sebesar 0,14% menjadi US$ 60,80 per barel.

Harga minyak telah turun sekitar 20% sejak April lalu, ketika harganya mencapai level tertingginya untuk tahun ini. Penurunan tersebut sebagian disebabkan oleh kekhawatiran terkait perang dagang AS-Tiongkok dan data ekonomi yang mengecewakan.

Mengutip dari Antara, data Biro Statistik Nasional China pada Jumat lalu menyebutkan pertumbuhan output industri melambat ke level terendah untuk lebih dari 17 tahun terakhir. Pertumbuhannya pada Mei 2019 lalu hanya 5%, gagal memenuhi ekspektasi analis yang sebesar 5,5% dan lebih rendah dari realisasi April yang mencapai 5,4%.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu pada pertemuan negara G20 di akhir bulan ini. Trump menyatakan ia akan bertemu dengan Xi dalam pertemuan itu, meskipun China belum mengkonfirmasi pertemuan tersebut.

(Baca: Harga Minyak Terkerek Setelah Serangan Kapal Tanker Dekat Iran)

Bank of America Merrill Lynch menurunkan proyeksi harga Brent dari US$68 per barel menjadi US$63 per barel di tengah permintaan yang goyah. "Semua agen-agen pelaporan utama melaporkan permintaan akan lebih lemah," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago.

Di sisi lain, kekhawatiran pasar juga masih terkait memanasnya tensi di Timur Tengah menyusul serangan pada dua kapal tanker di Teluk Oman pada pekan lalu. AS menuding Iran sebagai biang keladi atas serangan itu, namun Iran telah membantahnya.

Pelaku pasar juga menunggu pertemuan anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan produsen minyak lainnya, termasuk Rusia, yang akan digelar pada akhir bulan ini. Pertemuan ini akan memutuskan apakah kelompok yang dikenal dengan sebutan OPEC+ itu akan memperpanjang kebijakan pemangkasan produksinya.

OPEC+ telah memangkas produksinya sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) sejak 1 Januari 2019 lalu. Kesepatan pemangkasan tersebut berlaku selama 6 bulan.

(Baca: Harga Minyak Mentah Dunia Berbalik Naik setelah Sentuh Level Terendah)

Reporter: Verda Nano Setiawan