Kinerja 2018 Pertamina Tertolong Piutang & Subsidi BBM dari Pemerintah

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Gedung Pertamina
Penulis: Ihya Ulum Aldin
31/5/2019, 18.51 WIB

Dengan demikian jumlah piutang pemerintah terhadap Pertamina atas pengakuan selisih harga tersebut sebesar US$ 3,90 miliar. Namun, terdapat penyesuaian nilai wajar yang totalnya senilai US$ 981,3 juta. Sehingga piutang bersih pemerintah ke Pertamina setelah penyesuaian nilai wajar tersebut senilai US$ 2,92 miliar.

Penjualan Juga Meningkat

Kendati demikian, penjualan dan pendapatan usaha sepanjang 2018 juga mengalami peningkatan yang signifikan. Pos dalam kinerja keuangan tersebut tercatat tumbuh sebesar 25,9% secara tahunan . "Tahun 2017 penjualan sebesar US$ 46 miliar, sekarang di 2018 penjualan US$ 57,9 miliar," kata Pahala.

Pencapaian laba tersebut terutama ditopang oleh kenaikan penjualan minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi, dan produk minyak dalam negeri sebesar 12,4% menjadi US$ 44,74 miliar, dari US$ 39,7 miliar di 2017. Kontribusi selanjutnya yaitu dari penjualan ekspor minyak mentah, gas bumi, dan produk minyak senilai US$ 3,63 miliar atau melonjak 94% dibadingkan 2017 senilai US$ 1,87 miliar.

Pahala menjelaskan peningkatan penjualan tersebut juga berasal dari realisasi harga harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar US$ 67,4 per barel atau lebih tinggi dari asumsi ICP dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina pada level US$ 48 per barel.

(Baca: Kantongi Laba Bersih Rp 36 T, Pertamina Setor Dividen Rp 7,95 T)

"Ini peningkatan dibandingkan RKAP. Itu yang paling signifikan, yang menyebabkan pendapatan meningkat 25,9%," ujarnya. Selain itu, tambah Pahala, produksi gas juga mengalami peningkatan hingga 30%. Peningkatan ini karena masuknya aset di Mahakam, dimana Pertamina mulai menjadi operator pada 2018.

Beban Meningkat Signifikan

Meski jumlah penjualan dan pendapatan naik, serta didukung subsidi dari Pemerintah, namun jumlah beban pokok penjualan dan beban langsung lainnya ikut naik sebesar 29,4% menjadi US$ 48,7 miliar dari US$ 37,6 miliar di 2017. Meski begitu, Pertamina masih mencatatkan laba bruto senilai US$ 9,21 miliar atau masih naik 10,0% dibandingkan sebelumnya senilai US$ 8,37 miliar.

Dari laba bruto tersebut, setelah dikurangi beban lain-lainnya seperti beban penjualan dan pemasaran, beban umum dan administrasi, dan lain-lainnya, laba sebelum pajak penghasilan Pertamina tercatat senilai US$ 5,72 miliar atau masih tumbuh 48,1% dari US$ 3,86 miliar. Namun, laba tahun berjalan 2018 tergerus karena besarnya beban pajak penghasilan neto.

Tercatat, beban pajak penghasilan neto pertamina senilai US$ 3,01 miliar, lebih besar 158,4% dibandingkan 2017 yang hanya US$ 1,16 miliar. Sehingga laba tahun berjalan pada 2018 hanya tumbuh 0,59% dari US$ 2,70 miliar di 2017 menjadi US$ 2,71 miliar.

(Baca: Kerja Sama Kilang Cilacap Pertamina-Aramco Terancam Tak Tercapai)

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin