Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan rekomendasi ekspor mineral sekitar 28 juta ton pada tahun ini. Namun, angka ini masih bisa berubah seiring perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan.
Perusahaan masih dapat mengubah volume ekspor dari RKAB yang telah disetujui oleh Kementerian ESDM, namun juga harus diikuti perubahan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan studi kelayakan. Dua dokumen tersebut harus menyesuaikan dengan jumlah ekspor yang diajukan.
"Setelah mengubah AMDAL dan studi kelayakan baru dibolehkan," kata Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak, di Jakarta, Selasa (12/3).
(Baca juga: Sempat Terkendala, Freeport Akhirnya Kantongi Izin Ekspor Tembaga)
Adapun rinciannya, ekspor bijih nikel sebesar 15.077.341 ton, ekspor bauksit 10.978.643 ton, konsentrat besi 1.287.500, konsentrat mangan 23.974, konsentrat timbal 41.000 ton, konsentrat seng 67.000.
Sedangkan, realisasi ekspor mineral pada tahun lalu sebesar 30.442.168 Wet Metrik Ton (WMT) atau sekitar 57% dari rekomendasi yang telah diberikan oleh pemerintah sebesar 70.201.414 WMT.
Ekspor terbanyak disumbang oleh konsentrat bijih nikel sebesar 14.331.324 WMT. Meski penyumbang terbesar, ekspor itu juga lebih rendah dari rekomendasi yang diberikan oleh perusahaan sebesar 48.092.323 WMT.
(Baca: Ekspor Mineral Sepanjang 2018 Tak Capai Target)
Penyumbang ekspor lainnya, yakni tembaga sebesar 3.156.952 WMT, dari rekomendasi 3.466.797 WMT. Sedangkan, besi 2.808.143 WMT dari rekomendasi 10.350.000 WMT.
Sementara itu, ekspor pasir besi 52.421 ton dari rekomendasi 392.847 ton. Timbal dan seng 104.006 ton dengan rekomendasi 192.000 ton. Ekspor mangan 8.249 WMT dari rekomendasi 23.974 WMT. Anoda 2.258 WMT, rekomendasinya 4.073 WMT. Lalu, washed bauxite 11.236 WMT dari rekomendasi 26.057.400 WMT.