PT Pertamina EP menargetkan produksi minyak tahun ini meningkat dibandingkan realisasi tahun lalu. Sebaliknya, target produksi gas justru turun tahun ini.

Direktur Utama PT Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan target produksi minyak tahun ini sebesar 85 ribu barel per hari (bph), atau meningkat 10,4% dari realisasi tahun lalu 76.960 bph. Ini karena ada tambahan produksi Lapangan Sukowati di Jawa Timur sebesar 10 ribu bph.

Sedangkan target produksi gas tahun ini 815 MMscfd atau 19,8 lebih rendah dari capaian tahun lalu 1.017 MMscfd. "Target turun karena memang produksi Musi turun sampai 40 MMscfd, karena kalau gas kami harus menggunakan reservoir management. Kalau dipaksa produksi umurnya pendek," kata Nanang di Jakarta, Selasa (22/1).

Jika digabung, target produksi migas Pertamina EP tahun ini sebesar 254 ribu barel setara minyak per hari (boepd). Target itu turun dibandingkan realiasi tahun lalu yang mencapai 255 ribu boepd.

Untuk mengejar target produksi tahun ini, Pertamina EP menganggarkan dana investasi sebesar US$ 698 juta, atau lebih banyak dari realisasi tahun lalu US$ 606 juta. Peningkatan investasi ini seiring dengan masifnya kegiatan Pertamina EP di 2019.

Tahun ini Pertamina EP mengebor 102 sumur, yakni 94 sumur pengembangan dan delapan sumur eksplorasi. Ini meningkat dibandingkan tahun lalu yang baru tercapai 84 sumur. Pertamina EP juga akan menyelesaikan sejumlah proyek lanjutan tahun ini seperti Bambu Besar dan Akasia Bagus di Jawa Barat.

Adapun, Pertamina EP menargetkan pendapatan tahun ini sebesar US$ 3,8 miliar, atau naik dari tahun lalu yang mencapai US$ 3,16 miliar. Laba bersih ditargetkan sebesar US$ 755 juta atau lebih banyak dari tahun lalu yang mencapai US$ 753 juta.

Target kinerja keuangan itu dengan asumsi harga minyak tahun ini sebesar US$ 70 per barel, dan gas sebesar US$ 6,08 per MSCF; serta nilai tukar Rp 15.000 per US$. "Kami masih optimistis, asalkan harga minyak bisa stay di atas US$ 50 per barel," kata dia.

Sementara itu, target biaya operasi migas Pertamina EP tahun ini  sebesar US$ 19,19 per BOE, padahal realisasi tahun lalu sebesar US$ U$ 17,54 per BOE. Beberapa faktor yang membuat biaya operasi migas Pertamina EP meningkat, di antaranya sumur yang gagal menemukan cadangan (dry hole) dan biaya depresiasi.

Meski begitu, Nanang tetap berupaya menekan biaya tersebut. "Harapan saya tahun ini sumur eksplorasi yang dibor itu dry hole-nya sedikit, mudah-mudahan 2019 bisa turunkan cost per barel lebih baik," ujar dia.

(Baca: Pertamina EP Bor Sumur Eksploitasi di Lapangan Cepu)

Selain itu, Pertamina EP memiliki program jangka panjang untuk meningkatkan produksi, metode tingkat lanjut (Enhanced Oil Recovery/EOR) yang sudah diuji coba di Lapangan Tanjung pada Desember lalu.