PT Bukit Asam Tbk, PT Pertamina (Persero) dan Air Product and Chemicals Inc sepakat membentuk perusahaan patungan (joint venture) yang akan melakukan hilirisasi batu bara di Peranap, Riau. Tujuannya, untuk mengurangi impor elpiji yang masih sekitar 70% dari konsumsi sekitar 6,8 juta metrik ton. 

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan perusahaan patungan ini akan membuat pabrik yang menghasilkan 1,4 juta ton Dimethyl Ether (DME) per tahun dari sekitar 9,2 juta ton batu bara per tahun. Sedangkan cadangan batu bara milik Bukit Asam sebesar 3,3 miliar ton.

DME ini bisa menggantikan elpiji (Liquefied Petroleum Gas/LPG). "Ini bisa memperbaiki neraca perdagangan agar lebih baik. Selain itu, saya janji harganya lebih murah dari LPG," kata Nicke, di Jakarta, Rabu (16/1).

Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin menargetkan pabrik ini bisa beroperasi pada 2020. Sebelum beroperasi, Bukit Asam kini sedang melakukan studi kelayakan dan pemilihan teknologi. Setelah itu pembentukan perusahaan patungan. Lalu, bisa menentukan pembagian porsi saham dan nilai investasinya. “Kemudian bisa beroperasi," kata dia.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mendorong agar peletakan batu pertama pembagunan pabrik ini bisa dilakukan pada awal Maret 2019. "Kami ingin dorong secepatnya, mereka mau peletakan batu pertama akhir Maret, tapi saya dorong awal Maret," kata dia.

(Baca: Dua Upaya Menteri Jonan untuk Menurunkan Impor Migas)

Kesepakatan pembentukan perusahan patungan dilakukan dengan menandatangani pokok-pokok perjanjian dengan Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan President & CEO Air Product and Chemical Inc Seifi Ghasemi. Acara itu disaksikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.