Inalum Sebut Penerimaan Negara dari Freeport akan Meningkat

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua.
16/1/2019, 10.25 WIB

PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) berupaya menjaga produksi PT Freeport Indonesia usai memiliki 51% sahamnya. Ini agar penerimaan negara bisa meningkat.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin berharap peningkatan penerimaan itu bisa bermanfaat bagi negara. "Penerimaan akan meningkat, dan mudah-mudahan bisa bermanfaat. Jadi kami harus bisa menjaga produksi," kata dia, di Jakarta, Selasa (15/1).

Seperti diketahui, beberapa indikator untuk penerimaan negara dari Freeport meningkat dari kontrak sebelumnya. Salah satunya adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dalam Kontrak Karya (KK) tidak ada, kini dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport harus menyetor  PNBP sebesar 10%. Terdiri dari 6% ke Pemerintah Daerah Papua dan  4% ke pemerintah pusat.

Royalti emas pun meningkat menjadi 3,75% dari harga jual, sebelumnya 1%. Royalti perak juga naik menjadi 3,25% dari saat memegang KK yang hanya 1%. Royalti tembaga menjadi 4%, sedangkan saat memegang KK sebesar 1,5-3,3% dari harga jual.

Kemudian, pajak air permukaan naik dari US$ 0,2 juta rata-rata setiap tahunnya menjadi US$ 15 juta. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga meningkat dari US$ 15 juta per tahun jadi US$ 65 juta.

Sementara itu, untuk Pajak Penghasilan (PPh) Badan kini hanya 25%. Saat memegang kontrak karya, PPh badan ada tiga kategori. Pertama, 15% untuk pendapatan kena pajak hingga Rp 10 juta. Kedua, 25% untuk pendapatan Rp 10-50 juta. Ketiga, 35% untuk pendapatan kena pajak di atas 50 juta.

Di sisi lain, pendapatan Freeport Indonesia dalam tiga tahun ke depan akan lebih rendah dari tahun ini. Penyebabnya adalah habisnya sumber daya alam yang ada di tambang terbuka.

(Inalum)

Berdasarkan data di dalam lembar fakta PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), proyeksi pendapatan Freeport pada tahun depan sekitar US$ 3,1 miliar, sedangkan laba perusahaan sebelum dikurangi bunga utang dan pajak terutang yang harus dibayarkan kepada pemerintah (EBITDA) sekitar US$ 1 ,2 miliar.

Pendapatan Freeport mengalami penurunan sekitar 50% dibandingkan tahun ini sekitar US$ 6,5 miliar. Adapun, EBITDA mengalami penurunan sekitar 75% dibandingkan tahun ini sebesar US$ 4 miliar.

Dalam beberapa tahun ke depan penerimaan Freeport juga akan lebih rendah dari tahun ini. Tahun 2020, penerimaan Freeport sebesar US$ 3,8 miliar dan EBITDA mencapai US$ 1,7 miliar. Tahun 2021, penerimaan US$ 5,1 miliar dan EBITDA US$ 2,6 miliar. Tahun 2022, penerimaan US$ 6,1 miliar dan EBITDA US$ 3,6 miliar.

(Baca: Inalum Tak Akan Terima Dividen dari Freeport Selama Dua Tahun)

Adapun puncak pendapatan akan terjadi tahun 2023. Pada periode tersebut, pendapatan sekitar US$ 7,4 miliar dan EBITDA sebesar US$ 4,5 miliar.