Laba bersih PT Pertamina (Persero) selama semester I tahun 2018 anjlok hingga lebih dari 70%. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan harga minyak dunia. Sementara di sisi hilir, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak mengalami kenaikan.
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan laba Pertamina dalam enam bulan pertama tahun ini tidak sampai Rp 5 triliun. Padahal, periode sama tahun lalu bisa mencapai US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 18,7 triliun dengan nilai kurs saat itu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi capaian laba tersebut adalah kurs dan harga minyak. “Harga minyak mentah naik, sektor hulu meningkat, tapi kompensasi ke hilirnya tidak cukup," ujar Fajar di Jakarta, Kamis (6/9).
Namun menurut Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman angka tersebut belum final. Apalagi, Pertamina tengah mengusulkan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
Salah satu yang akan direvisi adalah target laba tahun ini. Tahun ini, target awal laba Pertamina yakni Rp 32,77 triliun. “Itu lagi direvisi," kata Arief.
(Baca: Pemerintah Restui Tambahan Subsidi Solar Terhitung per Awal 2018)
Salah satu pertimbangan merevisi target laba karena terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 Tahun 2018. Dalam aturan itu, subsidi Solar naik menjadi maksimal Rp 2.000 per liter. Aturan itu diundangkan sejak 21 Agustus 2018 dan berlaku surut terhitung 1 Januari 2018.