Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan aturan untuk mengendalikan impor. Semua itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1953 K/06/MEM/2018 tentang Penggunaan Barang Operasi, Barang Modal, Peralatan, Bahan Baku dan Bahan Pendukung Lainnya yang Diproduksikan di Dalam Negeri pada Sektor ESDM.
Dalam keputusan itu, seluruh badan usaha yang bergerak di sektor energi, dalam melaksanakan kegiatan usahanya wajib menggunakan barang operasi, barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya yang diproduksi di dalam negeri. Namun, kewajiban itu sepanjang memenuhi kualitas/spesifikasi, waktu penyerahan dan harga.
Jika barang-barang tadi dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, sesuai spesifikasi tersebut, badan usaha tidak diberikan fasilitas impor. Nantinya Direktur Jenderal Migas, Direktur Jenderal Minerba, Direktur Jenderal EBTKE, dan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan komponen dalam negeri tersebut pada badan usaha yang bergerak di sektor ESDM.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menjelaskan keputusan menteri itu berlaku untuk seluruh sektor energi. “Keputusan Menteri ni berlaku untuk seluruhnya baik miyak dan gas bumi; mineral dan batu bara; energi baru terbarukan dan konservasi energi; dan kelistrikan,” ujar dia di Jakarta, Rabu (6/9).
Aturan itu dikeluarkan dalam rangka memperkuat devisa negara. Selain itu, bisa meningkatkan penggunaan barang dalam negeri. Keputusan ini mulai berlaku sejak 5 September 2018.
(Baca: Pengusaha Minta Pemerintah Kaji Opsi Pengurangan Impor Migas)
Saat ini, pemerintah berupaya meningkatkan devisa dengan cara meredam impor. Dengan cara tersebut, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat diharapkan bisa menguat. Apalagi, kurs hampir menyentuh Rp 15.000 per US$.