Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) mengungkapkan pandangannya atas dampak keputusan pemerintah memberikan Blok Rokan ke PT Pertamina (Persero) terhadap iklim investasi di Indonesia. Apalagi PT Chevron Pacific Indonesia yang sudah tak mengelola blok itu merupakan perusahaan multinasional yang berasal dari Amerika Serikat.

Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan keputusan itu tidak mempengaruhi investasi asing. “Menurut saya, Indonesia tetap ramah terhadap investasi asing,” kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (2/8).

Menurut Marjolijn, pemerintah Indonesia memiliki hak memutuskan pengelola Blok Rokan. Ini karena blok terbesar di Indonesia ini kontraknya akan berakhir tahun 2021.

Keputusan itu pun diambil setelah ada beberapa kajian. “Pemerintah Indonesia berhak untuk menentukan siapa yang akan diberi hak mengelola, tentunya setelah mempertimbangkan beberapa hal termasuk parameter komersialnya,” ujar dia.

Selasa (31/7) lalu, Pemerintah akhirnya menyerahkan Blok Rokan ke PT Pertamina (Persero) setelah kontrak berakhir. Blok yang sudah dikelola PT Chevron Pacific Indonesia sejak tahun 8 Agustus 1971 akan berakhir kontraknya tahun 2021.

“Untuk kedepannya 100% dikelola Pertamina. Namun, sesuai peraturan menteri ESDM harus menawarkan 10% jadi PI daerah lewat Badan Usaha Milik Daerah,” kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, saat memberikan keterangan resminya, Selasa (31/7).  

Arcandra mengatakan keputusan itu diambil karena penawaran Chevron jauh di bawah Pertamina dari segi produksi penerimaan negara dan bonus tanda tangan. Ini berdasarkan kajian tim 22 wilayah kerja. 

Menurut Arcandra, bonus tanda tangan mencapai US$ 783 juta atau Rp 11,3 triliun. Kemudian pendapatan negara 20 tahun ke depan US$ 57 miliar atau Rp 825 triliun. Pertamina akan mengelola Blok Rokan hingga 2041.

(Baca: Chevron Kecewa Pemerintah Berikan Blok Rokan ke Pertamina)

Di sisi lain, dalam pertemuan Selasa (24/7) antara Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit Chuck Taylor dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, perusahaan asal Amerika Serikat itu berencana investasi sebesar US$ 88 miliar dalam 20 tahun jika kontrak diperpanjang. Kemudian bisa meningkatkan produksi hingga 700 ribu barel per hari.

Reporter: Fariha Sulmaihati