Seluk Beluk Proyek Listrik yang Bikin Rumah Dirut PLN Digeledah KPK

Katadata | Arief Kamaludin
ilustrasi.
16/7/2018, 19.20 WIB

Pembentukan konsorsium itu mengacu pokok-pokok perjanjian (Heads of Agreement/HoA) yang diteken 15 September 2017. HoA ini merupakan tindak lanjut dari perjanjian sebelumnya yang diteken 28 Desember 2015 tentang bergabungnya BlackGold ke konsorsium CHEC untuk ikut tender PLN dan 12 Juni 2017 tentang syarat dan ketentuan antara CHEC dan BlackGold.

Anak usaha PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN), yakni PT. Pembangkit Jawa Bali (PJB) memiliki 51 persen saham, sedangkan 49 persen saham dimiliki oleh konsorsium. “PJB yang bisa menunjuk. Prosesnya juga tidak main-main. Ada kajian, khusus dan panjang sekali,” ujar Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, di Jakarta (16/7).

Dalam kesepakatan itu, PJB akan ditunjuk sebagai pemimpin proyek. CHEC bertugas untuk mengamankan pendanaan. Adapun Samantaka dan PLN BB yang akan memasok batu bara ke pembangkit. Pasokan itu dari konsensi penambangan Samantaka. Jangka waktu pasokan ditentukan sesuai masa perjanjian jual beli listrik (PPA).

Perjanjian jual listrik ini, hingga kini belum terealiasi. Namun, PLN yang akan membeli listrik dan konsorsium BlackGold sudah menandatangani Letter of Intent (LOI) mengenai mengenai jual beli itu, 23 Januari 2017 lalu.

(Baca: Jokowi Dukung KPK Usut Kasus Korupsi PLTU Riau-1)

Setelah penandatanganan LOI, Konsorsium seharusnya membentuk perusahaan patungan yang akan menggarap Proyek Riau-1 dan menyerap batu bara dari PT Samantaka Batubara. Namun, sebelum perusahaan patungan tersebut terbentuk, KPK menangkap pengusaha swasta sekaligus pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budistrisno Kotjo yang diduga menyuap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebesar Rp 500 juta.

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati