Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan Eni berminat mengelola Blok Makassar Strait setelah kontraknya berakhir. Blok ini akan berakhir dua tahun lagi.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan Eni sudah menyampaikan minat mengelola blok itu secara lisan kepada Kementerian ESDM. "Eni itu dia siap untuk mengajukan," kata dia di Jakarta, Senin (28/5).
Namun meski proposal belum disampaikan secara resmi. Alasannya, perusahaan asal Italia itu masih menunggu sikap Chevron Indonesia yang merupakan operator Blok Makassar Strait.
Saat ini, Chevron masih menghitung keekonomian blok tersebut menggunakan skema gross split. Awalnya, perusahaan asal Amerika Serikat itu sudah mengajukan proposal perpanjangan menggunakan skema kontrak cost recovery. Namun, pemerintah menginginkan Chevron menggunakan gross split.
Alhasil, Chveron meminta waktu mengkaji keekonomian blok itu hingga pekan kedua Juni 2018. "Chevron sebagai operator masih menghitung. Kalau Chevron tidak masuk, Eni mau," kata Djoko.
Adapun, kontrak Blok Makassar Strait akan berakhir 25 Januari 2020. Saat ini, Chevron memiliki hak kelola 72% dan bertindak sebagai operator. Kemudian ada mitranya yakni Sinopec 18% dan PT Pertamina Hulu Energi 10%.
(Baca: Juni 2018, Chevron Ajukan Proposal Kontrak Gross Split Makassar Strait)
Blok Makassar Strait termasuk dalam proyek ultra laut dalam (Indonesian Deepwater Development/IDD). Blok ini memiliki tiga lapangan yakni West Seno, Gendalo dan Maha. Lapangan West Seno ada 100% di kontrak Makassar Strait. Sedangkan Gendalo hanya 1,8% yang masuk kontrak Blok Makassar Strait, sisanya ada di kontrak Blok Ganal.
Adapun bagian Maha yang masuk kontrak Blok Makassar Strait ada 81,8%. Kemudian 15,9% ada di kontrak Ganal dan 2,3% masuk kontrak Blok Muara Bakau.
Kontrak Blok Muara Bakau ini dioperatori Eni dengan hak kelola 55%. Sisanya oleh Gdf.