Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mematok harga gas bumi untuk kebutuhan pembangkit listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN. Ini untuk meringankan beban keuangan PLN.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengatakan wacana itu sudah dibahas secara internal. Dalam pembahasan itu, Kementerian ESDM juga melibatkan PLN dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Bahkan wacana DMO gas ini sudah berlangsung sejak Andy ditunjuk Menteri ESDM menjadi Dirjen Ketenagalistrikan tahun lalu. Namun wacana ini belum berjalan mulus, karena masih ada beberapa perdebatan.
Menurut Andy, rencana mengatur harga gas untuk pembangkit listrik karena Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 tahun 2017 belum signifikan dampaknya. Aturan itu menyebutkan PLN atau Badan Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik (BUPTL) dapat membeli gas bumi melalui pipa di pembangkit listrik paling tinggi 14,5% harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP).
Jika mengikuti ICP, maka tidak ada kestabilan dalam harga gas bumi. Ini karena harga minyak juga fluktuatif. "Kalau dari Permen itu harga gas 14,5% masih up and down. Makanya untuk gas perlu ada treatment khusus, yakni harga khusus Domestic Market Obligation," kata dia di Jakarta, Selasa (24/4).
Andy mengatakan wacana ini bisa diwujudkan, karena amanah pasal 33 Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Dalam hal ini gas merupakan kekayaan yang dikuasai negara yang diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.
Harapannya rencana tersebut bisa terealisasikan dalam tahun ini. "Tidak cukup gas digali terus dijual. Untuk listrik itu value chain ada," kata dia.
(Baca: Jonan Dorong Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Terapung)
Di tempat yang sama, Direktur Perencanaan Korporat PLN, Syofvi Felienty Roekman mengatakan pihaknya siap dengan adanya wacana DMO harga gas tersebut. Kebijakan ini akan membantu keuangan PLN agar lebih efisien. "Kami tergantung pemerintah," kata dia.