BP Indonesia akan berkoordinasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas temuan ketidaktepatan pembebanan penggantian biaya operasional (cost recovery). Ini sebagai tindak lanjut dari temuan BPK atas pemeriksaan di Blok Berau, Muturi dan Wiriagar Offshore/LNG Tangguh.
Country Head BP Indonesia Dharmawan Samsu mengatakan, pihaknya sangat menunjung tinggi kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah dalam pengerjaan proyeknya. Karena itu, sudah ada tim internal yang tengah menelaah dokumen temuan BPK tersebut dan segera meresponsnya dalam waktu dekat ini.
"Kami akan bicara dengan SKK dan BPK untuk menyamakan persepsi, apa yang dimaksud dengan temuan tersebut. Buat kami compliance itu nomor satu," kata dia di Jakarta, Rabu (4/4).
Seperti diketahui, berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2017, ada lima kesalahan yang dilakukan BP Berau Ltd sebagai operator Berau, Muturi dan Wiriagar Offshore/LNG Tangguh. Nilainya sebesar Rp 931,89 juta dan US$35.241,62 ribu.
Pertama, pemberian remunerasi kepada tenaga kerja asing (TKA) yang tidak sesuai dengan PP Nomor 79 Tahun 2010. Kedua, realisasi biaya atas 4 AFE melampaui batas 110% dari nilai AFE yang disetujui SKK Migas.
Ketiga, sisa bahan bakar yang ada di kapal saat kapal offhire belum diperhitungkan sebagai pengurang cost recovery tahun 2016. Keempat, terdapat perbedaan yang melebihi toleransi 0,5% atas pengadaan bahan bakar pada delapan kali pelayaran (shipment) selama tahun 2016.
(Baca: BPK Temukan Cost Recovery Empat Blok Migas Tak Sesuai Aturan)
Kelima, komponen biaya direct charges teknologi informasi untuk tahun 2013-2016 tidak mendukung operasional kontraktor dan tidak jelas perinciannya.