PT Perusahaan Gas Negara/PGN (Persero) Tbk siap untuk menjelaskan kondisi proyek unit penampungan dan regasifikasi gas terapung (Floating Storage Regasification Unit/FSRU) di Lampung. Ini untuk menindaklanjuti pernyataan salah satu anggota Komisi VI DPR RI yang menduga ada potensi kerugian negara dari proyek itu.
Namun menurut Direktur Komersial PGN Danny Praditya, tidak semua pernyataan itu faktual. “Ada beberapa yang memang faktual dan nonfactual. Nanti kami kasih penjelasan dengan data yang lebih komprehensif,” kata dia di Jakarta, akhir pekan lalu.
PGN, kata Danny juga terus berupaya mengoptimalkan utilisasi dari FSRU itu. Salah satunya adalah dengan membahas kerja sama bersama PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero). Ini karena Badan Usaha Milik Negara/BUMN itu masih membutuhkan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) untuk menopang pembangkitnya.
Namun, selain PLN, PGN tidak menutup kemungkinan kerja sama dengan pihak lain. “Jadi kami tidak tinggal diam. Itu belum optimal, kami coba optimalkan,” ujar dia.
(Baca: PGN Diduga Merugikan Negara, DPR Minta Holding Migas Dievaluasi)
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDIP Rieke Diah Pitaloka mengatakan ada beberapa permasalahan yang belum diselesaikan PGN dan menyebabkan kerugian negara. Permasalahan pertama yang bisa menimbulkan kerugian negara adalah FSRU di Lampung. Proyek ini bisa menimbulkan kerugian negara karena pendapatan yang diperoleh PGN lebih kecil daripada biayanya.
Rieke mengatakan pada 2014 FSRU Lampung hanya menghasilkan 2 kargo. Adapun biaya sewa FSRU tahun 2014 mencapai US$ 30-50 juta. Lalu pada 2015, PGN hanya menghasilkan satu kargo dengan biaya sewa FSRU mencapai US$ 90-110 juta.
Kemudian tahun 2016, PGN hanya memproduksi 11 kargo gas alam cair dengan biaya sewa mencapai US$ 90-110 juta. Sementara di tahun 2017 dan 2018 belum ada kargo yang diproduksikan dari FSRU Lampung.
Padahal masa kontrak FSRU selama 16 tahun. Jadi jika dihitung selama masa kontrak itu, proyek FSRU ini bisa membuat negara rugi US$ 1,6 miliar.