Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) mengusulkan beberapa hal terkait Rancangan Undang-undang Minyak dan gas Bumi (RUU Migas) yang saat ini digodok di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Salah satunya mengenai perubahan formula perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) migas.

Sekretaris Jenderal ADPM Andang Bachtiar mengusulkan perhitungan DBH menggunakan dasar produksi kotor minyak dan gas yang siap dijual. "Ini untuk menunjang ketahanan energi di daerah," kata dia dalam rapat harmonisasi RUU Migas dengan ADPM di Baleg DPR Jakarta, Kamis (25/1).

Saat ini, penghitungan DBH masih berdasarkan penerimaan negara yang sudah dikurangi pajak dan faktor pengurang lainnya dengan imbangan bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah. Untuk minyak pemerintah daerah dapat 15,5% dan sisanya pemerintah pusat. Sedangkan gas, pemerintah daerah dapat 30%.  

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Totok Daryanto mengapresiasi usulan asosiasi tersebut. "Usulan tentang mengitung dari produksi kotor itu cerdas. Coba bapak cari fomulanya, bagaimana hitung pendekatannya, supaya nominalnya secara pasti ada dan memudahkan untuk dihitung," kata dia.

Selain itu, ADPM mengusulkan agar formula pembagian bagi hasil untuk daerah nonpenghasil dihapus. Jadi, hanya melalui mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Alasannya risiko kegiatan migas ada di daerah penghasil.

Usulan lainnya adalah memisahkan DBH Migas dengan dana perimbangan. "Jadi tidak ada lagi terjadi penghilangan DAU bagi daerah penghasil migas," kata Andang.

Andang juga menusulkan agar daerah pengolah minyak bisa mendapatkan Dana Risiko Daerah Pengolah (DRDP) yang masuk dalam DAK. Daerah pengolah migas ini adalah wilayah yang menjadi lokasi pembangunan kilang seperti kota Bontang, kabupaten Langkat, kabupaten Indramayu, kabupaten Sorong, dan Kabupaten Teluk Bintuni.

Selain itu ADPM juga mengusulkan perlu ditinjau ulang terkait dengan penetapan perhitungan dana bagi hasil migas daerah yang dihitung berdasarkan jumlah kepala sumur pada suatu daerah migas. ADPM mengusulkan agar perhitungan pembagiannya didasarkan kepada cadangan reservoir terproduksi dan unitisasi, bukan kepala sumur.

Bupati Blora Arief Rohman menyetujui usulan terkait penetapan perhitungan dana bagi hasil yang tidak lagi menghitung berdasarkan jumlah kepada sumur di suatu daerah. Alasannya penghitungan ini dinilai tidak adil.

(Baca: Bojonegoro Sukses Kelola Dana Migas Siasati Kejatuhan Harga)

Sebagai contoh blok Cepu. Struktur reservoir blok Cepu sebenarnya masuk dalam wilayah kabupaten Blora. Namun, Blora tidak mendapat DBH karena sumur berada di Bojonegoro. "Terkait dana bagi hasil ini, Blora merasa dalam tanda kutip kurang adil," kata Arief.  

Reporter: Anggita Rezki Amelia