Kebijakan Harga BBM Bisa Ancam Laba Pertamina

Arief Kamaludin|KATADATA
18/1/2018, 19.56 WIB

Kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bisa mengancam target capaian laba bersih PT Pertamina (Persero) tahun ini. Jika, harga minyak dunia meningkat dan pemerintah tidak menaikkan harga Premium dan Solar, tentu laba Pertamina akan tergerus.

Tahun ini, Pertamina menargetkan bisa mengantongi laba bersih sebesar US$ 2,4 miliar atau lebih tinggi dari capaian tahun lalu sebesar US$ 2,2 miliar. Target itu dengan asumsi harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) US$ 48 per barel.

Namun, jika harga minyak naik ke level US$ 60 per barel, sementara kebijakan harga BBM tetap sepanjang tahun, laba Pertamina hanya US$ 1,7 miliar. Laba itu terus tergerus menjadi US$ 1 miliar jika jika harga minyak menyentuh US$ 70 per barel.

Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, per Desember 2017, harga jual Solar di masyarakat dengan keekonomian sudah memiliki selisih Rp 1.550 per liter. Padahal Solar hanya dijual Rp 5.150 per liter. Sedangkan harga keekonomian Premium lebih mahal Rp 900 per liter dari yang ditetapkan pemerintah Rp 6.450 per liter.

Menurut Elia, harga BBM yang dijual Pertamina saat ini merupakan terendah dibandingkan Singapura dan Jepang. Harga BBM di kedua negara itu sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu per liter.

Jadi, jika harga BBM tidak menyesuaikan pergerakan harga minyak, Elia khawatir Pertamina akan kesulitan berinvestasi jangka panjang. "Ini tentu berdampak ke keuangan Pertamina," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Kamis (18/1).

Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman juga mengatakan dampak lainnya dari tidak berubahnya harga BBM adalah kemampuan bayar utang perusahaan. "Sebagai contoh, dari uang yang kami hasilkan dibandingkan kewajiban pembayaran bunga itu sekitar enam, itu bisa turun ke empat bahkan ke level dua sampai di tahun 2021. Ini dengan asumsi ICP yang berbeda-beda," kata dia.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan jika harga minyak terus naik, pemerintah tidak menutup peluang adanya kenaikkan harga BBM untuk periode 1 April 2018 hingga 30 Juni 2018. “Dimungkinkan akan terjadi perubahan setelah mempertimbangkan masukan dari stakeholder," kata dia. 

Menurut Ego, Kementerian ESDM juga memperhatikan kondisi keuangan Pertamina. Bahkan pemerintah mengkompensasi kebijakan harga BBM dengan memberikan hak khusus ke Pertamina untuk mengelola blok migas yang akan berakhir kontraknya.

Namun tindakan pemerintah memberikan blok-blok terminasi kepada Pertamina itu tidak ditentang anggota Komisi VII DPR. "Pertamina diberikan blok blok tua untuk kompensasi BBM satu harga itu kurang fair menurut saya," kata Ramson.

(Baca: Pemerintah Ultimatum Pertamina Tentukan Nasib 4 Blok Habis Kontrak)  

Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mendesak dirjen migas membuat formula harga BBM yang tidak merugikan PT Pertamina. "Komisi VII DPR meminta juga Pertamina membuat simulasi menggunakan formula harga ICP yang ditetapkan pemerintah dan yang mengikuti floating price, agar dapat dijadikan rujukan dalam merumuskan kebijakan harga BBM PSO (public service obligation)," kata dia.