Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar untuk periode tahun depan. Pertimbangannya adalah harga minyak dunia yang terus meningkat.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) untuk periode November sudah menembus level US$ 58 hinga US$ 59 per barel. Angka itu lebih tinggi dari periode Oktober yang hanya US$ 54,02 per barel.

Menurut Ego, jika hingga akhir tahun ICP bisa melewati level US$ 60 per barel, kemungkinan harga BBM akan naik  menyesuaikan harga keekonomiannya. "Kami harus bersikap. Misalnya Premium yang saat ini Rp 6.450 per liter, bisa menjadi Rp 6.750 per liter. Artinya pemerintah terbuka," kata Ego di Jakarta, Senin (4/12).

Namun demikian sebelum memutuskan harga BBM pemerintah juga harus memperhatikan sejumlah faktor, diantaranya daya beli masyarakat dan beban keuangan Pertamina. Pembahasannya pun melibatkan beberapa Kementerian seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Bahkan bisa dibawa dalam sidang kabinet bersama Presiden Joko Widodo.

Di sisi lain Kementerian ESDM juga membuka opsi untuk mengubah siklus perubahan harga BBM yang kini masih digodok bersama Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Saat ini siklus perubahan harga BBM dilakukan per tiga bulan sekali. "Siklusnya apa tiga bulan, enam bulan, atau long term setahun saja, nanti kami lihat," ujarnya. 

Dari data Pertamina, selama 9 bulan terakhir Pertamina kehilangan pendapatan akibat tidak adanya perubahan harga BBM sejak awal tahun. Potensi pendapatan yang hilang itu sebesar  US$ 1,42 miliar atau setara Rp 19 triliun. 

Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan seharusnya saat ini harga solar jika mengikuti keekonomian mencapai Rp 6.700 per liter, namun pemerintah saat ini menetapkan harga solar sebesar Rp 5.150 per liter. Adapun untuk premium seharusnya harganya sebesar Rp 7.350 per liter, namun pemerintah memutuskan harganya sebesar Rp 6.450 perliter. 

Arief pun belum menghitung perkiraaan potensi kehilangan pendapatan Pertamina hingga akhir tahun ini dengan tidak berubahnya harga BBM. "Inilah kenapa yang hingga September lalu itu kurang lebih kumulatifnya kehilangan pendapatan Rp 19 triliun, sementara semester I 2017 kurang lebih Rp 12,9 triliun," kata dia. 

(Baca: Pemerintah Godok Formula Baru Harga Premium)

Adapun harga Solar dan Premium tidak pernah berubah sejak April 2016 lalu. Padahal di  sisi lain, harga minyak dunia berfluktuatif dan terkadang meningkat, meskipun sempat anjlok di bawah US$ 50 per barel.