Stuktur direksi PT Pertamina (Persero) mulai mendapat sorotan. Saat ini perusahaan pelat merah itu memiliki 10 direksi di bawah kepemimpinan Elia Massa Manik. Padahal pendahulunya, yakni Dwi Soetjipto, pada saat awal dilantik hanya memiliki enam direksi.
Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) Fahmi Radi mengatakan makin gemuknya struktur direksi Pertamina ini membuat perusahaan tak efisien. Akhirnya membuat pendapatan perusahaan berkurang.
Jadi, Badan Pengawas Keuangan (BPK) seharusnya bisa mengaudit jumlah direksi tersebut. “Audit BPK dapat membuktikan tingkat keborosan pengeluaran untuk 10 direksi, gaji dan pengeluaran lainnya, cenderung membengkak," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (28/11).
Menurut Fahmi, penambahan jumlah direksi Pertamina saat ini juga tidak ada urgensinya. Alasannya perusahaan pelat merah itu tidak ada ekspansi.
Untuk itu, sebaiknya, direksi bisa dipangkas menjadi lima. Perinciannya adalah satu Direktur Utama dan empat direktur.
Tanpa ada pemangkasan, Fahmi menilai inefisiensi Pertamina akan terus terjadi. Selain itu Pertamina dikhawatirkan akan mengkambing hitamkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium yang tidak turun sebagai penyebab inefisiensi. " Pertamina malah berteriak bahwa penurunan pendapatan dengan mengkambing hitamkan Pemerintah tidak menaikkan harga BBM Premium," ujar dia.
Berkaca ke belakang, di era kepemimpinan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto pada 2014, jajaran direksi Pertamina berjumlah enam direksi. Perinciannya terdiri dari Direktur Utama, Direktur keuangan, Direktur Hulu, Direktur Pemasaran, Direktur Pengolahan, Direktur Teknologi Informasi dan Umum.
Namun seiring berjalannya waktu, Oktober 2016 jajaran direksi Pertamina bertambah menjadi delapan. Ini karena ada penambahan posisi Wakil Direktur Utama yang saat itu dijabat Ahmad Bambang dan Rachmat Hardadi sebagai Direktur Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia.
Namun ditengah jalan, struktur direksi berupa Wakil Direktur Utama dihapus. Dengan demikian jumlah direksi turun menjadi tujuh direksi.
Sejak Dwi Soetjipto dicopot Februari 2017 lalu, Pertamina dipimpin oleh Elia Massa Manik. Dalam sepak terjangnya, Elia menambah jumlah direksi baru. Ada dua direksi yang ditambah yakni Direktur Perencanaan Investasi & Manajemen Resiko Gigih prakoso dan Direktur Manajemen Aset yang dijabat Dwi Wahyu Daryoto.
Di sisi lain terjadi juga perubahan nomenklatur pada Direktur SDM, Teknologi Informasi dan Umum Pertamina menjadi Direktur SDM. Dengan demikian saat ini total direksi di Pertamina berjumlah 10 orang.
Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo juga mengatakan jumlah direksi Pertamina tak perlu banyak. Ada beberapa posisi yang dianggap tidak perlu, seperti Direktur Manajemen Aset, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia, serta Direktur Perencanaan Investasi & Manajemen Resiko di Pertamina.
Ketiga jabatan tersebut cukup ditangani setingkat Senior Vice President (SVP). "Harusnya tidak perlu direksi sebanyak itu, dengan teknologi IT, pekerjaan ketiganya cukup ditangani setingkat SVP," kata Harry.
Harry mengusulkan agar direktur manajemen aset dan mega proyek pengolahan dan petrokimia digabung menjadi satu direksi. Alasannya karena bisa saling berkaitan.
Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M. Soemarno membantah struktur direksi Pertamina makin gemuk dan tidak efisien. “Operasi Pertamina juga berkembang dengan adanya Blok Mahakam,” ujar dia.
(Baca: Menteri Rini Tunjuk Nicke Jadi Direktur SDM Pertamina)
Adapun susunan direksi Pertamina saat ini adalah: