Pemerintah Indonesia dan Tiongkok terus mempererat hubungan bilateral di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal tersebut dituangkan dalam nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Administrator National Energy Administration (NEA) Republik Rakyat Tiongkok H.E.Nur Bekri di acara The 5th Indonesia-Cina Energy Forum yang berlangsung hari ini.
Forum tersebut merupakan forum kelima setelah terakhir kali digelar 10 tahun lalu. “Presiden menekankan bahwa kami tetap menerima dan welcome tentang investasi asing termasuk Tiongkok dengan prinsip saling menguntungkan," kata Jonan di Jakarta, Senin (13/11).
Dalam agenda tersebut sebanyak 96 perusahaan Tiongkok, termasuk SINOPEC, PetroChina, CNOOC, dan Alumunium Corporation of China Ltd. (Chinalco) hadir untuk mengikuti konferensi tersebut. Harapannya dengan forum tersebut, bisa meningkatkan kerja sama di bidang kelistrikan, minyak dan gas bumi (migas), energi baru dan terbarukan (EBT) serta mineral dan batu bara (Minerba).
Selain yang berasal dari Tiongkok, forum tersebut juga dihadiri 40 perusahaan dalam negeri. Salah satunya perusahaan BUMN energi yakni PT Pertamina (Persero).
Ada beberapa sektor yang ditawarkan Jonan kepada perusahaan Tiongkok di Indonesia. Di sektor migas Jonan mendorong CNOOC atau Sinopec dan PetroChina bekerja mengelola beberapa wilayah kerja. "Kami mendukung bahwa perusahaan-perusahaan Tiongkok di bidang hulu migas lebih aktif berinvestasi di Indonesia," kata dia.
Jonan juga mendorong Tiongkok untuk bisa bermitra dengan Pertamina membangun kilang di dalam negeri. Salah satunya adalah Kilang Bontang di Kalimantan Timur.
Di sektor kelistrikan, perusahaan Tiongkok diharapkan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang di Indonesia dengan harga listrik yang kompetitif. Saat ini beberepa perusahaan Tiongkok ikut berpartisipasi dalam proyek 35 Gigawatt (GW). Selain itu ada juga proyek di luar 35 GW seperti PLTU Banten I, PLTU Banten II, PLTU Banten III, PLTU I Jawa Barat, PLTU II Jawa Barat, PLTU I Jawa Tengah, dan beberapa PLTU besar lainnya di wilayah Indonesia.
Sementara itu, di sektor minerba, Jonan mendorong ekspor batubara dari Indonesia ke Tiongkok. Kemudian investasi membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri dan pengelolaan mineral logam di Indonesia dengan tetap memperhatikan faktor lingkungan hidup.
Contoh investasi Tiongkok di sektor minerba adalah pembangunan smelter grade alumina di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat antara Alumunium Corporation of China Ltd. (Chinalco) dan PT Aneka Tambang Tbk dan PT Inalum. Smelter yang direncanakan memiliki kapasitas satu juta ton per tahun ini diperkirakan menelan investasi sebesar US$ 1,5-1,8 miliar.
Di sektor EBT, Jonan berharap perusahaan Tiongkok lebih aktif berinvestasi. Sebab setahun terakhir investasi EBT di Indonesia didominasi Perusahaan Eropa, Amerika dan Jepang. Padahal peluang investasi di EBT sangat terbuka dengan adanya target bauran energi sebesar 23% di 2025.
Jonan berharap dalam forum tersebut bisa menghasilkan langkah yang nyata. "Tidak hanya diskusi yang terlalu panjang. Jadi dikerjakan apa yang bisa dilakukan secepat cepatnya," kata dia.
Di tempat yang sama Nur Bekri mendukung kerjasama tersebut. Apalagi Tiongkok merupakan negara produksi dan konsumsi energi di dunia dan unggul dari segi dana dan kesiapan infrastuktur.
(Baca: Proyek Tiga Provinsi untuk Tiongkok)
Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi sumber energi yang besar. "Kami mau kerjasama, asalkan saling menguntungkan," kata Nur.