PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi akhirnya mendapatkan restu dari Gubernur Aceh mengelola Blok North Sumatra B (NSB) setelah kontrak berakhir. Blok ini sudah dikelola PHE sejak dua tahun lalu.
Kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas Bumi Aceh (BPMA) Marzuki Daham mengatakan sikap dari Gubernur Irwandi Yusuf ini sejalan dengan yang sudah direkomendasikan lembaganya. BPMA memang merekomendasikan agar pengelolaan blok itu tetap jatuh ke tangan Pertamina.
Namun, meski sudah mendapatkan restu dari Gubernur, Pertamina harus menunggu persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Gubernur setuju dengan rekomendasi itu. Bahkan sudah meneruskannya ke Menteri ESDM," kata dia kepada Katadata, Kamis (19/10).
Persetujuan dari Menteri ESDM memang diperlukan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh. Aturan itu menyebutkan BPMA perlu meminta persetujuan Menteri ESDM terkait pengelolaan blok migas di Aceh. Ini karena sifatnya pengelolaan bersama.
Marzuki pernah mengatakan ada beberapa pertimbangan yang membuat BPMA akhirnya memutuskan pengelolaan Blok NSB jatuh ke PHE. Salah satunya adalah PHE dinilai layak karena sudah mengelola blok tersebut sejak 2015 lalu.
(Baca: Langkah Tergesa-gesa Pertamina Mencaplok Aset Migas di Aceh)
Blok NSB saat ini dikelola oleh PHE. Perusahaan tersebut mengambil alih pengelolaan Blok NSB dari ExxonMobil pada 1 Oktober 2015, bersamaan dengan Blok NSO.
Blok tersebut akan berakhir masa kontraknya pada Oktober 2018 mendatang. Berdasarkan, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015, BPMA memiliki kewenangan atas blok-blok migas di Aceh baik darat maupun laut yang berlokasi antara 0-12 mil laut. Blok NSB salah satunya yang masuk dalam kawasan zona kewenangan BPMA.
Adapun Blok NSB mulai berproduksi di tahun 1977 dengan puncak produksi mencapai sekitar 3.400 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Mengacu laporan keuangan PHE 2016, produksi kondensat Blok NSB mencapai 1.690 barel per hari (bph), masih di bawah target sebesar 2.000 bph. Sementara produksi gasnya mencapai 58,7 mmscfd, di atas target yang hanya 19,6 mmscfd.