Luhut Minta Jatah PLN Garap Proyek Listrik 35 GW Dikurangi

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Dimas Jarot Bayu
18/10/2017, 17.49 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta porsi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN dalam proyek listrik 35 Gigawatt (GW) dikurangi. Tujuannya untuk meringankan keuangan perusahaan pelat merah itu.

Luhut berharap, pengurangan porsi tersebut dapat membantu kinerja PLN lebih baik lagi. “Jadi margin PLN bagus, at the end jadi lebih sehat," kata dia di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (18/10).

Saat ini, porsi PLN dalam proyek listrik 35 GW sebesar 10 GW. Sementara, pihak swasta (Independent Power Producer/IPP) mendapatkan jatah 25 GW.

Jika dibandingkan negara lain, Luhut menilai porsi swasta dalam megaproyek listrik itu masih kecil. Di Singapura bahkan proyek listrik dikerjakan 100% oleh swasta.

Di sisi lain, Luhut juga mengatakan tidak akan ada revisi target proyek 35 GW. Namun, ia tidak memungkiri dengan kondisi pertumbuhan ekonomi saat ini sekitar 5%, target tersebut akan sulit tercapai di 2019.  

Dengan kondisi pertumbuhan ekonomi seperti saat ini, pembangkit listrik yang beroperasi kemungkinan hanya 22 GW sampai 23 MW. “Beruntung itu, karena kalau tidak akan oversupply. Itu tidak bagus juga,” ujar Luhut.

Berbeda dengan Luhut, sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan tengah mengkaji revisi proyek listrik itu menjadi 28 GW hingga 26,25 GW. Revisi itu bukan keinginan pemerintah, tapi menyesuaikan pertumbuhan permintaan listrik. Adapun permintaan  listrik semester II negatif, meskipun ekonomi masih tumbuh.

Jika proyek 35 GW tetap dilanjutkan, sedangkan permintaan rendah, maka ada listrik yang terbuang. Ujungnya bisa membebani keuangan PLN karena skema jual beli listrik adalah take or pay. Jadi meski tidak jadi mengambil listrik tetap membayar. “Memang tidak terhindarkan ada upaya adjustment, karena kalau tidak PLN akan memikul beban listrik,” ujar Damin di Jakarta, Senin (16/10).

Proyek pembangkit 35 GW memang menjadi sorotan pemerintah terlebih Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut penilaiannya, rasio utang terhadap pendapatan (Debt Service Ratio/DSR) PLN di bawah batas aman 1,5 kali. 

Padahal jumlah utang yang harus mengikuti ketentuan DSR itu mencapai Rp 40 triliun. Sebanyak 25% di antaranya merupakan utang yang dijamin pemerintah. Jadi, ketika batas DSR dilanggar, pemerintah harus mengajukan keringanan (waiver) kepada pemberi pinjaman.