Penyerapan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) untuk kebutuhan pembangkit listrik hingga kini belum maksimal. Penyebabnya adalah mahalnya harga gas dibandingkan bahan bakar lain. Selain itu ada juga kendala infrastruktur.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andy Noorsaman Sommeng mengatakan saat ini PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN memang memiliki beberapa kesepakatan (Head of Agreement/HoA) jual beli gas. Namun, HoA itu tidak mengikat karena masih belum sepakat harga.
Di sisi lain, ada bahan bakar lain yang lebih murah yakni batu bara. Alhasil, perusahaan pelat merah itu memilih menggunakan batu bara dibandingkan gas bumi. "Mungkin ini ada kaitannya dengan harga, karena dalam merit order tadi masih lebih baik memakai bahan bakar seperti baru bara yang murah," kata Andy di acara LNG to Power di Jakarta, Senin (16/10).
Untuk mengatasi masalah harga itu, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 tahun 2017. Dalam aturan itu, jika harga gas dalam negeri lebih mahal, maka PLN bisa mengimpor.
Aturan itu, menurut Andy bisa menguntungkan produsen gas dan pembeli gas yakni PLN. "Jadi aturan ini tidak menyusahkan pelaku dan pembeli, dengan begitu harga listrik lebih affordable," kata dia.
Selain harga, penyebab lain belum optimalnya penyerapan LNG untuk kebutuhan pembangkit adalah keterbatasan infrastruktur. "Untuk mendorong LNG perlu storage. Namun storage kita masih belum siap," kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran.
Untuk itu, PLN perlu untuk membangun infrastruktur penunjang, terutama di pulau-pulau kecil yang sulit diakses. Tidak hanya pipa, tapi juga membangun terminal LNG hingga mini plant LNG. PLN juga bisa bekerja sama dengan BUMN lainnya seperti Pertamina supaya lebih efisien.
Senior Manager of Procurement Oil and Gas Division PT PLN Solikin mengatakan perusahaannya telah memiliki peta jalan pembangunan infrastruktur gas untuk kebutuhan pembangkit. Salah satu infrastruktur itu adalah FSRU Gorontalo di Desa Maleo, Kabupaten Pohuwatu Gorontalo dengan kapasitas 30 mmscfd dan umur operasi 20 tahun.
Pembangunan FSRU itu masih dalam tahap lelang. Targetnya fasilitas ini akan beroperasi 2019. FSRU ini untuk memenuhi kebutuhan gas proyek PLTG Gorontalo dengan kapasitas 4X15 MW."Saat ini kita development memang untuk kebutuhan listrik," kata dia.
Di sisi lain menurut Solikin, pengembangan proyek LNG belum begitu optimal karena rendahnya pertumbuhan permintaan listrik dalam kurun waktu 2015-2017. Selain itu tidak banyak implementasi LNG skala kecil di dunia.