PT Pertamina (Persero) menyatakan tidak mengubah sistem akuntansi keuangannya untuk mengatasi problem pembangunan kilang minyak. Padahal Presiden Joko Widodo pernah meminta perusahaan plat merah itu mengganti standar akuntansinya agar proyek bisa berjalan cepat.

Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan perusahaannya sudah mengambil langkah mengurangi kewajibannya membeli produk hasil kilang untuk mengatasi problem kilang. Jadi, nantinya Pertamina tidak lagi menyerap 100% hasil kilang, tapi berbagi dengan mitranya.

(Baca: Pertamina Tak Jadi Pembeli Tunggal Produk Kilang Cilacap dan Tuban)

Sampai saat ini, ada dua proyek yang Pertamina tidak menjadi pembeli tunggal hasil produk kilang. Mereka yakni proyek peningkatan kapasitas dan kemampuan kilang di Cilacap dan pembangunan kilang baru di Tuban.

Kedua mitranya yakni Saudi Aramco di proyek Cilacap dan Rosneft di Kilang Tuban juga sudah sepakat menyerap hasil produk kilang. Adapun terkait produk kilang  yang akan diekspor, maka hal tersebut diserahkan  oleh kebijakan masing-masing perusahaan. 

Alhasil, Pertamina tidak perlu lagi mengubah standar akuntansi keuangan perusahaannya. "Sudah tidak ada masalah. Kalau tidak ada masalah untuk apa diubah (sistem akuntansinya)," kata Arief di DPR Jakarta, Senin (28/8).

Presiden Joko Widodo pernah menyarankan Pertamina mengubah sistem akuntansi yang selama ini mereka pakai yakni Interpretasi Standar Akunthansi Keuangan No 8. (ISAK 8). Hal ini disampaikan Jokowi saat bertemu Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar beberapa waktu lalu.

Tujuan perubahan sistem akuntansi itu agar Pertamina tidak terbebani seluruh utang dari mitranya. Dengan standar akuntansi yang diterapkan saat ini, BUMN energi ini harus mencatatkan seluruh utang mitranya karena kewajiban membeli seluruh minyak hasil olahan kilang.

(Baca: Jokowi Minta Pertamina Ubah Standar Akuntansi Agar Proyek Kilang Mulus)

Selain mengubah skema kewajiban penyerapan produk kilang, Pertamina juga mengubah jadwal pembangunan kilang untuk meringankan keuangan perusahaan. Direktur Megaproyek dan Petrokimia Pertamina Ardhy N. Mokobombang mengatakan saat ini masing-masing proyek menjalani tahapan berbeda.

Pertama, Kilang Tuban di Jawa Timur, saat ini Pertamina dan Rosneft tengah merampungkan proses pembuatan perusahaan patungan (Joint Venture Company). Perusahaan patungan yang bernama Pertamina Rosneft Processing & Petrokimia ini akan menjalankan proses pembangunan kilang Tuban. Proyek ini ditargetkan beroperasi pada 2024. Target 2021.

Kedua, proyek peningkatan kemampuan (RDMP) Kilang Balikpapan di Kalimantan Timur, yang pembangunannya melalui dua tahap. Tahap pertama, kajian pendefinisian proyek (Front End Engineering Design/FEED) sudah selesai dan dalam proses kajian internal.

Targetnya pada Desember tahun ini akan dilakukan keputusan final investasi. Kemudian dilanjutkan ke tahap konstruksi kilang  pada tahun depan.

Proyek RDMP kilang Balikpapan tahap 1 akan selesai 2020, sebelumnya ditargetkan selesai 2019. Sementara tahap dua proyek RDMP Balikpapan Ditargetkan selesai 2021, sebelumnya Ditargetkan 2020.

Ketiga, proyek RDMP Kilang Cilacap di Jawa Tengah. RDMP Cilacap ditargetkan rampung 2024, sementara sebelumnya ditargetkan selesai 2021.

Saat ini, proyek Kilang Cilacap masih dalam proses penyertaan aset ke dalam perusahaan patungan yang dibentuk Pertamina dan Saudi Aramco. "Harapan kita, kita bersama Saudi bisa menyetujui proses inbreng ini bersamaan dengan penyelesaian engineering packet-nya," kata Ardhy.

Keempat, RDMP Kilang Balongan di Jawa Barat, masih tahap studi internal. Proyek kilang ini diharapkan bisa selesai bersamaan dengan Kilang Balikpapan dengan pertimbangan pasokan. Proyek ini ditargetkan selesai 2021, sebelumnya target awal penyelesaian kilang ini ditetapkan pada 2020.

Kelima, Kilang Bontang di Kalimantan Timur. Pertamina saat ini masih merampungkan perusahaan yang akan menjadi calon mitranya. Proyek ini ditargetkan selesai 2025. 

(Baca: Dana Terbatas, Pertamina Jadwal Ulang Proyek Kilang)

Terakhir proyek RDMP Dumai di Riau. Saat ini prosesnya belum dimulai oleh Pertamina. Namun dari catatan Perusahaan tersebut, RDMP Dumai ditargetkan bisa beroperasi pada 2025.