Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyederhanakan sistem sertifikasi untuk kegiatan di sektor minyak dan gas bumi (migas). Penyederhanaan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 tahun 2017 tentang Pemeriksanaan Keselamatan Instalasi dan Peralatan pada Kegiatan Usaha Migas.
Direktur Teknik dan Lingkungan kementerian ESDM Patuan Alfon mengatakan penyederhanaan persetujuan terkait keselamatan di sektor migas itu bertujuan agar kegiatan pengurusan izin bisa lebih ringkas. "Ini transformasi yang kami lakukan agar semua bisa berjalan bersama," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (15/8).
(Baca: Permudah Bisnis, Kementerian ESDM Pangkas Persetujuan Migas)
Dengan aturan tersebut, sertifikasi untuk kontraktor hulu migas juga lebih sederhana. Sebagai contoh adalah proyek di wilayah kerja Muara Bakau. Untuk menggarap proyek itu, Eni Muara Bakau harus mengantongi 500 sertifkat, saat ini hanya butuh delapan.
Dalam aturan itu sertifikasi atau perizinan terkait keselamatan instalasi dan peralatan kegiatan migas disederhanakan menjadi tiga, dari yang sebelumnya ada tujuh. Ketiga sertifikasi itu adalah persetujuan layak operasi, desain dan penggunaan.
Sedangkan tujuh sertikasi dan perizinan yang lama telah dihapus. Adapun ketujuh sistem tersebut terdiri dari Sertifikat Penggunaan Instalasi (SKPI), Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan (SKPP), Sertifikat Kelayakan Konstruksi Platform (SKKP), Izin Penggunaan Tangki Penimbun, Persetujuan Sistem Alat Ukur, Izin Alat Ukur dan Izin Sistem Alat Ukur.
Alfon mengatakan di aturan baru ini, Kementerian ESDM tidak lagi melakukan inspeksi mengenai peralatan untuk kegiatan migas. Semua kewenangan diserahkan kepada kontraktor migas. Bahkan kontraktor bisa menggandeng perusahaan inspeksi lainnya.
Pada regulasi yang lama, Kementerian ESDM akan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan dan inspeksi terkait intalasi kontraktor dan badan usaha sebelum memberikan sertifikat layak operasi. Ini dilakukan Direktorat Jenderal Migas.
(Baca: Jonan Janjikan Izin Migas Bisa Selesai dalam 7 Hari)
Namun, meski diberi kebebasan, Kementerian ESDM melalui Ditjen migas tetap memiliki peran pengawasan terhadap aspek keselamatan saat proses inspeksi dilakukan kontaktor/ badan usaha. Tujuannya untuk memastikan keselamatan Instalasi dan peralatan yang terpasang aman dan tidak mencemari lingkungan.
Pengawasan ini penting karena kegiatan hulu migas memiliki risiko yang besar. “Kalau ada konstruksi lepas pantai perlu ada pencatatan daerah. Maka perlu ada pemeriksaan keselamatan," kata Alfon.
Selain itu, jaminan keselamatan peralatan juga berada pada kontraktor. Jadi jika terjadi pelanggaran atau kerusakan mereka yang akan menanggungnya. Sebelumnya pemerintah yang menjamin keselamatan melalui sertifikat yang dikeluarkan yaitu Sertifikat Kelayakan Penggunaan Instalasi dan Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan.
Sementara untuk persetujuan layak operasi dan penggunaan dalam aturan baru ini berlaku maksimal empat tahun atau sesuai hasil analisis risiko. Apabila instalasi dan penggunaan barang untuk kegiatan operasi masih layak, maka persetujuan masih tetap berlaku.
Di aturan lama, kontraktor dan badan usaha Sertifkat Penggunaan Instalasi (SKPI) hanya berlaku maksimal lima tahun. Lalu setelah izin habis harus diperbaharui lagi.
Aturan baru itu mulai berlaku sejak diundangkan pada 26 Mei 2017. Terkait sertifikat yang sudah terbit sebelum keluarnya aturan ini dianggap masih berlaku hingga jangka waktunya habis.
Apabila aturan baru ini tidak dilaksanakan oleh kontraktor atau badan usaha hilir akan ada teguran tertulis oleh Dirjen Migas dalam jangka waktu tindak lanjut satu bulan. Jika dalam satu bulan tidak diindahkan, Dirjen dapat melakukan penghentian untuk sementara waktu penggunaan Instalasi dan peralatan.
(Baca: Demi Investasi, Kementerian ESDM Pangkas Birokrasi Penunjang Migas)
Namun, jika tidak juga dipatuhi, Dirjen Migas dapat melakukan tindakan penghentian pengunaan Instalasi dan peralatan. Selain itu bisa membatalkan Persetujuan Penggunaan dan Persetujuan Layak Operasi.