PT Pertamina (Persero) meminta Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation membayar hak kelola sesuai nilai aset jika ingin bergabung di Blok Mahakam. Hal ini mengacu pada peraturan internal dari perusahaan pelat merah tersebut.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan negosiasi dengan Total dan Inpex akan dilakukan dengan mekanisme bisnis yang wajar (business to business/b to b). “Tentunya nilainya berdasarkan  aset," kata dia kepada Katadata, Senin (31/7). 

(Baca: Dua Sumur Blok Mahakam yang Dibiayai Pertamina Mulai Dibor)

Meski begitu, Syamsu enggan menyebut berapa nilai yang harus dibayarkan oleh kedua perusahaan itu untuk bisa ikut mengelola Blok Mahakam. Apalagi saat ini masih dalam tahap negosiasi.

Senior Vice President Upstream Business Development Pertamina Denie S. Tampubolon mengatakan pembahasan aspek komersial termasuk besaran hak kelola dengan Total dan Inpex sudah berlangsung sebulan. "Yang penting prinsipnya komersial B to B, sesuai arahan pemerintah," kata dia.

Pemerintah memang sudah menyerahkan 100%  pengelolaan Blok Mahakam ke Pertamina. Namun, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi ini tetap bisa menurunkan hak kepemilikannya itu kepada pengelola lama yakni Total dan Inpex sebesar 30%.

Manajemen Total belum mau merespon terkait proses pembelian hak kelola Blok Mahakam. Hingga berita ini diturunkan, President & General Manager Total E&P Indonesie Arividya Noviyanto tidak menjawab pesan yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp.

Di sisi lain, manajemen Total dan Inpex pernah mengirimkan surat kepada Menteri ESDM mengenai hak kelola. Dalam surat tersebut, kedua perusahaan itu meminta konfirmasi apakah bisa mendapatkan hak kelola sebesar 39%.

(Baca: Jonan Perbesar Porsi Total dan Inpex di Blok Mahakam)

Konfirmasi itu seiring dengan pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan saat mengunjungi Blok Mahakam Maret lalu. Siaran Pers Kementerian ESDM Nomor 00031.Pers/04/SJI/2017 tertanggal 10 Maret 2017, menyebutkan Menteri Jonan memberikan arahan bahwa dalam mengelola Blok Mahakam, Pertamina dapat menawarkan saham kepada kontraktor eksisting dan melakukan pengelolaan bersama.

"Penawaran saham bisa mencapai maksimal 39% kepada kontraktor eksisting, dan Pertamina bisa melaksanakan kegiatan operasi produksi bersama-sama dengan kontraktor eksisting," kata Jonan dalam siaran pers tersebut.

Selain meminta konfirmasi tersebut, sebenarnya Total dan Inpex menginginkan adanya amendemen kontrak Blok Mahakam yang sudah ditandatangani Pertamina. Adapun perubahan klausul berupa investment credit sebesar 17%, depresiasi dipercepat menjadi dua tahun, dan bagian pemerintah (First Tranche Petroleum/FTP) yang tadinya 20% dari produksi kotor dihilangkan menjadi 0%.

 (Baca: Pemerintah Tolak Permintaan Insentif Total dan Inpex di Blok Mahakam)

Namun, permintaan tersebut ditolak pemerintah. Informasi yang diperoleh Katadata, penolakan itu disampaikan melalui surat Menteri ESDM Ignasius Jonan tertanggal 24 Juli 2017. “Intinya permintaan itu ditolak karena kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) Blok Mahakam setelah kontrak berakhir dirancang untuk mengoptimalkan penerimaan negara,” kata sumber tersebut.