Komisi Energi (Komisi VII) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka peluang PT Pertamina (Persero) mendapatkan subsidi khusus untuk menyukseskan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga. Dana subsidi itu akan dapat membantu kondisi keuangan perusahaan pelat merah tersebut.
Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo mengatakan, perlu ada nomenklatur baru terkait subsidi khusus dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. "Nanti akan ada nomenklatur subsidi khusus (BBM) satu harga atau kompensasi biaya distribusi," kata dia di sela-sela rapat dengar pendapat Pertamina dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Selasa (6/6).
(Baca: Mewujudkan BBM Satu Harga)
Meski begitu, pembahasan lebih lanjut mengenai pos subsidi baru ini akan dibicarakan dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam pertemuan rapat kerja mendatang dengan Komisi VII DPR. Di sisi lain, Pertamina juga harus mempersiapkan diri dengan adanya subsidi khusus.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha juga beranggapan sama. Apabila Pertamina merasa berat dengan kondisi finansialnya untuk menjalankan kebijakan BBM satu harga maka bisa disampaikan ke DPR. "Kalau tidak, kami anggap ini oke saja. Jadi Pertamina bisa tanggung semuanya," kata dia.
(Baca: Jonan Minta Kepala BPH Migas yang Baru Kawal BBM Satu Harga)
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, sejauh ini perusahaannya masih memiliki piutang subsidi BBM yang belum dibayar pemerintah. Secara akumulasi dari tahun ke tahun nilainya mencapai Rp 40 triliun.
Tagihan subsidi BBM yang belum terbayar tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah. "Tapi kan pemerintah lagi mengatur anggaran," kata Elia. (Baca: Tertekan Beban Penjualan BBM, Laba Pertamina Anjlok 24,7%)
Di sisi lain, biaya distribusi untuk mencapai target Pertamina dalam penerapan BBM satu harga ditaksir mencapai Rp 5 triliun per tahun. Biaya tersebut sejauh ini berasal dari anggaran internal Pertamina.