Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkomitmen merampungkan pembahasan rancangan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi (Migas) pada tahun ini. Sebagai bagian dari komitmen tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan segera mengirimkan draf revisi UU Migas itu kepada Presiden Joko Widodo.
Menurut Jonan, draf pemerintah itu akan diajukan ke Presiden tahun ini. Draf ini akan dijadikan acuan ketika membahas rancanangan beleid tersebut bersama dengan DPR. Pasalnya, revisi UU Migas ini merupakan inisiatif para anggota dewan.
(Baca: Pembahasan di Komisi Selesai, Draf RUU Migas Masuk Badan Legislasi DPR)
Meski belum ada pembahasan resmi mengenai RUU ini, Jonan mengatakan pemerintah sudah mulai melakukan dialog informal dengan DPR dalam dua bulan terakhir. “Dua pihak yakni parlemen dan pemerintah telah setuju harus dirampungkan sebelum tahun ini," ujar Jonan di Jakarta, Rabu (17/5).
Pemerintah berharap UU ini bisa membuat iklim investasi khususnya industri hulu migas lebih menarik. Sebaliknya, Jonan tidak ingin aturan ini malah menambah rumit investor yang ingin berinvestasi di Indonesia dalam hal urusan birokrasi.
Dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, ada beberapa poin dalam RUU tersebut. Dari sektor hulu poin pentingnya adalah:
- Minyak dan gas bumi merupakan kekayaan nasional yang dikuasai negara
- Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan
- Pemerintah memberikan izin usaha hulu kepada: alternatif satu yaitu Perusahaan Pelaksana Hulu dan Pertamina. Alternatif dua yaitu Pertamina
- Jangka waktu pengusahaan wilayah kerja adalah 30 tahun
- Data milik negara
- Pengaturan khusus mengenai migas non konvensional, antara lain jangka waktu kontrak kerja sama, jangka waktu eksplorasi, komitmen pasti dan parameter komersialitas lapangan
- Syarat dan ketentuan dalam kontrak termasuk fiskal ditetapkan oleh Pemerintah.
- Petroleum fund dengan menyisihkan penerimaan negara dari dana pengurasan cadangan migas (depletion premium) sebelum masuk ke kas negara untuk dipergunakan kembali dalam pengembangan migas nasional. Selain itu, pada kegiatan usaha hilir, pemegang izin usaha hilir migas yang melakukan kegiatan usaha niaga BBM, dan/atau pengolahan yang langsung menjual kepada konsumen pengguna BBM dikenakan biaya pungutan terhadap pemanfaatan BBM untuk pengembangan diversifikasi energi dan penguatan cadangan energi nasional.
- Bonus wilayah untuk daerah penghasil.
Sedangkan poin-poin penting kegiatan hilir migas adalah:
- Pemerintah menjamin ketersediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas bumi
- Kegiatan usaha hilir migas dilaksanakan badan usaha setelah memiliki izin usaha dari Menteri
- Pemenuhan kebutuhan dalam negeri dioptimalkan dari produksi minyak dan gas bumi dalam negeri
- Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM, gas bumi dan elpiji
- Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan infrastruktur untuk mendukung ketersediaan dan keterlancaran distribusi BBM, gas bumi dan LPG
- Pemerintah mengatur dan/atau menetapkan harga BBM, gas bumi, BBG dan LPG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
- Peningkatan peran daerah termasuk dalam kegiatan hilir misalnya pengawasan distribusi jenis BBM tertentu
- Diperlukan harga acuan (pool price) untuk gas bumi.
(Baca: Arcandra Lihat Empat Tantangan Revisi UU Migas)
Sementara itu, Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA) Christina Verchere berharap pemerintah fokus menyelesaikan RUU tersebut. Alasannya hal aturan tersebut sangat penting untuk kepastian investasi di Indonesia. "Investor perlu kepastian, saya rasa ini aspek penting," kata dia Rabu (17/5).