Didatangi Pekerja Freeport, Luhut: Jangan Bikin Saya Marah

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Miftah Ardhian
9/3/2017, 17.49 WIB

Sejumlah karyawan PT Freeport Indonesia menyambangi Kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Mereka ingin bertemu Luhut, meminta agar pemerintah segera menyelesaikan permasalahan dengan Freeport dan menghormati Kontrak Karya yang masih berlaku saat ini.

Luhut sempat menemui para pekerja Freeport tersebut. Karena harus mengikuti beberapa rapat dengan kementerian lain, Luhut pun meminta para pekerja ini menemuinya kembali pada sore harinya. Namun, para pekerja menolak karena harus sampai di bandara untuk pulang ke Papua pada pukul 17.00 WIB.

(Baca: Freeport dan Pemerintah Sepakat Pilih Negosiasi 6 Bulan)

Kemudian Luhut menjanjikan dirinya akan datang ke Papua menemui mereka dalam waktu dekat. Sementara para pekerja tetap berkeras membicarakan masalah mereka saat itu juga. Akhirnya sempat terjadi adu mulut antara belasan karyawan Freeport ini dengan Menteri Luhut.

"Kau jangan marah-marah sama saya. Jangan bikin saya marah juga. Saya janji akan ke Papua nanti," ujar Luhut bertemu para pekerja Freeport di lobby lantai dasar Gedung Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis (9/3). Usai adu mulut ini, Luhut meninggalkan para pekerja untuk rapat di kantornya. 

Juru Bicara pekerja Freeport bersama kontraktor dan subkontraktor yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli freeport (GSPF) Virgo Solossa menjelaskan tuntutan mereka kepada media. Dia mengatakan pemerintah hendaknya menghormati kontrak yang telah dibuat bersama Freeport.

(Baca: Jonan Kirim Utusan ke Papua Lihat Kondisi Tambang Freeport)

Dia menilai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 bersifat oportunis dan hanya memikirkan kepentingan segelintir orang. Sementara dampak negatif dirasakan oleh para pekerja, kontraktor, dan subkontraktor yang mengandalkan operasi tambang Freeport Indonesia. Akibat aturan ini banyak karyawan dari kontraktor dan subkontraktor yang sudah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Adapun ribuan karyawan Freeport dirumahkan, karena kegiatan tambangnya berkurang.

"Kami ingin pemerintah menghormati Kontrak Karya Freeport. Tidak ada BUMN yang bisa mampu mengelola tambang ini dan memiliki kemampuan mensejahterakan karyawan serta menjangkau masyarakat Papua di pegunungan," ujarnya. 

Sebelumnya, Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Tenaga Kerja Reytman Aruan mengatakan polemik Freeport ini telah menimbulkan dampak negatif bagi sisi pekerja. Namun, dirinya membantah kalau sebanyak 1.525 pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebagian besar hanya dirumahkan saja dengan tetap memperoleh hak-haknya.

(Baca: Dua Suku di Papua Desak Pemerintah Tutup Tambang Freeport)

Menurutnya, pekerja yang mengalami PHK bukan merupakan karyawan tetap Freeport. Melainkan pekerja kontraktor, karena Freeport tidak lagi memperpanjang jasa mereka. "Jadi, momennya pas. Freeport dengan kontraktor tidak melanjutkan kerja sama. Maka, konsekuensinya, kontraktor tidak perpanjang kerja sama dengan pekerjanya," ujar Reytman.

Menurut data GSPF, dari 33.452 pekerja Freeport (pekerja langsung dan kontraktor), pekerja asingnya hanya 175 orang (1,44 persen). Mereka pun menilai total keseluruhan operasi Freeport dikelola oleh anak bangsa. Jika dirinci lagi, pekerja langsung Freeport berjumlah 12.184 orang. Sebanyak 7.652 orang atau 62,8 persen bukan berasal dari Papua dan 4.357 orang atau 35,76 persen pekerja lainnya merupakan asli Papua.

Virgo mengatakan operasi Freeport menyumbang 90 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Kabupaten Mimika. Freeport juga telah membangun dan mengoperasikan 2 rumah sakit, 3 klinik umum, dan 2 klinik spesialis dengan pelayanan kesehatan gratis. Tercatat sebanyak 154 ribu kunjungan per bulan ke rumah sakit ini dan 64 ribu kunjungan per bulan ke klinik umum dan spesialis. Keberadaan rumah sakit dan klinik ini diklaim menyumbang 70 persen penurunan kasus malaria dalam periode 2011-2014.

"Pengobatan di fasilitas yang dibangun Freeport ini gratis untuk semua penyakit, seperti sakit jantung maupun cuci darah," ujar Virgo. (Baca: Bupati Mimika: Freeport Harus Hengkang dari Tanah Papua)

Di sektor pendidikan, Freeport telah mendirikan lima asrama dan pengelolaannya. Sebanyak 10.145 beasiswa pun sudah diberikan sejak tahun 1995, dengan 67 beasiswa ke  luar negeri seperti ke Jerman, Filipina, China, Australia. Freeport juga membangun Balai Latihan Kerja (BLK) yang menyerap 4.152 siswa magang (90 persen berasal dari Papua) untuk 20 jenis keterampilan. Hasilnya, 2.927 siswa sudah bekerja menjadi karyawan di Freeport dan kontraktornya.

Menurut Virgo, keberadaan Freeport juga membantu mengembangkan perekonomian masyarakat sekitar. Terdapat 6.683 kelompok usaha yang dibantu modal dengan nilai total Rp 233,4 miliar. Pendampingan UMKM dilakukan terhadap 165 pengusaha yang 35 persennya merupakan perempuan. Kemudian melakukan pengembangan berbasis desa, dengan memberikan bantuan untuk 185 hektare lahan Kakao, 23,4 hektare lahan kopi, dan 80.000 ayam ternak.

Perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini juga telah membangun 3.200 infrastruktur seperti rumah, fasilitas umum, dan fasilitas sosial, sejak 1997. Pembangunan dua lapangan terbang perintis di Desa Tsinga dan Aroanop. Serta, membangun kompleks olahraga di Timika senilai US$ 33 juta.

Virgo merasa kontribusi Freeport selama ini cukup besar bagi Papua dan Indonesia. Makanya, dia berharap pemerintah segera menyelesaikan polemik dengan Freeport dengan kesepakatan yang adil bagi kedua belah pihak. Sehingga berujung pada kesejahteraan masyarakat Papua.