ExxonMobil Cepu Limited meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengalokasikan seluruh gas yang diproduksi dari lapangan Jambaran Tiung Biru kepada PT Pertamina (Persero). Alasannya agar Pertamina menyatakan mau berkomitmen untuk menyerap seluruh produksi yang dihasilkan.

Vice President Public and Goverment Affair ExxonMobil Cepu Erwin Maryoto mengatakan keputusan pemerintah ini sangat penting, agar Pertamina bisa merealisasikan komitmennya dan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) Lapangan Jambaran Tiung Biru bisa segera dilakukan.

"Ini sudah kami laporkan ke Kementerian ESDM," ujar Erwin saat dialog dengan media, di lokasi tambang minyak dan gas bumi (migas) Banyu Urip, Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (8/12). (Baca: Tiga Tawaran Pemerintah untuk Proyek Jambaran-Tiung Biru)

Pemerintah memang telah mengalokasikan gas ini kepada Pertamina dan PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC). Sebanyak 46,5 persen atau 80 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas Lapangan Jambaran Tiung Biru dialokasikan untuk PKC. Anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero) ini sedang membangun pabrik pupuk di Bojonegoro, Jawa Timur, yang tentunya membutuhkan penyaluran gas untuk bisa beroperasi.

Menurut Erwin, pembangunan pabrik pupuk ini diproyeksikan akan molor. Sehingga, dirinya khawatir PKC tidak dapat menyerap gas yang diproduksi dari Jambaran Tiung Biru dan mengakibatkan Joint Venture (JV) antara ExxonMobil Cepu dan PEPC mengalami kerugian.

Selain itu, rencana alokasi gas untuk PKC ini batal, akibat harga yang ditawarkan kepada KPC dianggap terlalu mahal, yaitu US$ 8 eskalasi dua persen per juta british thermal units (mmbtu). Makanya, Erwin mendesak pemerintah untuk segera memutuskan realokasi gas yang tadinya untuk PKC kepada Pertamina. (Baca: Agar Laku, Pertamina Turunkan Harga Gas Lapangan Tiung Biru)

Sebagai informasi, Vice President Exxon Mobil Cepu Limited dan Pimpinan Operasi Lapangan Banyu Urip Muhammad Nurdin menjelaskan fasilitas pengolahan gas di Lapangan Jambaran Tiung Biru ini berkapasitas 315 mmscfd. Namun, karena gas dari lapangan tersebut mengandung karbondioksida (CO2) sebesar 35 persen, maka gas yang bisa terjual hanya 172 mmscfd.

Dirinya menghitung, apabila keseluruhan gas tersebut dapat terjual, maka, akan menambah pendapatan negara sebesar US$ 6 miliar. "Yang jadi permasalahan sekarang yaitu jaminan ada yang beli gasnya. Ini perlu long term buyer (pembeli jangka panjang). Ini kan gas susah ditransportasikan," ujar Nurdin.

Nurdin mengaku Exxon beserta PEPC telah mengeluarkan investasi sebesar US$ 2,1 miliar untuk memproduksi gas dari Jambaran Tiung Biru. Nurdin tetap berharap PJBG ini dapat segera diteken agar target operasi Lapangan Jambaran Tiung Biru pada tahun 2020 bisa terealisasi. (Baca: Perjanjian Jual-Beli Gas Tiung Biru Akan Tuntas Bulan Ini)

Reporter: Miftah Ardhian