Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menargetkan seluruh desa di Indonesia sudah bisa menikmati listrik pada akhir masa pemerintahan Jokowi-JK tahun 2019. Hingga saat ini masih ada sekitar 2.500 desa yang belum bisa mendapat aliran listrik.
Mengacu data Potensi Desa 2014, dari 2.500 desa tersebut, sebanyak 2.376 desa yang belum teraliri listrik berada di Papua. Untuk itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Jonan agar daerah tersebut bisa terlistriki dalam tiga tahun ke depan. “2019 tidak ada desa yang tidak dialiri listrik,” kata Jonan dalam acara DBS Insight di Jakarta, Kamis (17/11).
(Baca: Jokowi: Wilayah Papua Akan Terang Benderang pada 2019)
Untuk memuluskan rencana tersebut, Kementerian ESDM juga sudah menyiapkan beberapa regulasi. Salah satunya dengan peluang swasta membangun infrastruktur kelistrikan di wilayah desa yang belum terlistriki, dengan cara membangun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti angin, bayu, surya, hingga air laut.
Dalam aturan yang tengah digodoknya itu, pemerintah akan memberikan kemudahan kepada swasta yang ingin membangun pembangkit. Swasta boleh langsung dijual kepada masyarakat tanpa harus melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Namun, dia masih belum mau menjelaskan aturan tersebut. Yang jelas, tarif listriknya akan berbeda dari pembangkit listrik jenis lainnya. "Pasti diatur dengan persetujuan pemerintah (tarif listriknya)," kata Jonan.
(Baca: Tak Ada Subsidi, PLN Tolak Penetapan Tarif PLTMH dari Pemerintah)
Pembangunan listrik di desa dengan menggunakan EBT merupakan alternatif untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di perdesaan lebih cepat. Pembangkit EBT tidak memerlukan fasilitas pendukung, seperti pembangunan transmisi dan gardu induk. Sehingga tidak perlu lagi bergantung kepada PLN.
Menurut Jonan, investasi membangun pembangkit di wilayah desa terpencil juga tidak terlalu besar, sebab jumlah permukiman dan beban puncak listrik di desa tidak terlalu tinggi. Secara rata-rata untuk memproduksi 0,1 Mega Watt (MW), membutuhkan dana US$ 200 juta. Kapasitas pembangkit ini bisa mengaliri listrik untuk satu kecamatan.
Di sisi lain, Jonan mengakui program kelistrikan 35.000 MW, tidak bisa tercapai sepenuhnya. Dari target tersebut kira-kira hanya tercapai 19.700 MW. Meski tidak mencapai target, ia yakin kebutuhan konsumsi listrik masih tercukupi dan tidak akan terjadi pemadaman listrik secara bergiliran.
(Baca: Dewan Energi: Proyek 35 Ribu MW Cuma Beres 55 Persen Masa Jokowi)
Dengan begitu, Jonan optimistis rasio elektrifikasi di Indonesia dapat meningkat menjadi 95 persen pada 2019. Saat ini elektrifikasi Indonesia baru mencapai 88 persen. “19.000 mw selama lima tahun itu artinya dalam setahun 4.000 mw. Ini besar, karena kalau rata-rata 25 tahun sebelumnya tidak sebesar itu,” ujar dia.