Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pesimistis megaproyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) bisa selesai tepat waktu tahun 2019 sesuai keinginan Presiden Joko Widodo. Apalagi, saat ini pembanglit listrik yang sudah beroperasi baru satu persen.
Jonan mengaku telah menghadap Presiden untuk membahas perkembangan program pembngkit listrik 35 ribu MW pada Selasa (25/10) lalu. Dalam pertemuan tersebut, Presiden menanyakan peluang pencapaian target proyek tersebut. “Saya bilang under (di bawah) 18 ribu MW. (Selesai) separuh kalau dalam lima tahun, itu sudah lumayan,” kata Jonan dalam acara coffee morning dengan Masyarakat Kelistrikan Nasional (MKI) di Jakarta, Kamis (27/10).
(Baca: 51 Persen Proyek Listrik 35 Ribu MW Masih Belum Berkontrak)
Sebagai gambaran, total proyek listrik yang sudah berkontrak saat ini sebanyak 17.492 MW atau 49 persen dari jumlah 35 ribu MW. Perinciannya, sebanyak 24 persen dalam tahap konstruksi dan 24 persen belum memulai konstruksi. Adapun yang sudah rampung dan beroperasi secara komersial baru 1 persen alias sebesar 164 MW.
Dalam kesempatan itu, Jonan juga menyampaikan beberapa permasalahan di sektor kelistrikan. Salah satunya adalah masalah perizinan yang tergolong lama. Bahkan, ada satu perusahaan yang sudah dua tahun belum juga mengantongi izin.
Karena itu, Jonan meminta Direktur Jenderal Ketenagalistrikan mempercepat proses perizinan. “Tolong jangan terlalu lama, karena Presiden bicara perizinan itu harus dipangkas. Beliau sudut pandangnya dari dunia usaha,” ujar Jonan.
Selain itu, dia menyoroti ruang lingkup kerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang terlalu besar. Salah satunya adalah bisnis panas bumi. Menurut Jonan, PLN sebaiknya fokus menyukseskan program pembangkit listrik 35 ribu MW.
(Baca: DPR Minta Pemerintah Bentuk BUMN Khusus Panas Bumi)
Jika PLN merasa target 35.000 MW terlalu berat maka bisa diserahkan ke swasta. “Pak Presiden itu bilang begini, kalau bisa dikerjakan swasta ya swasta saja. Kalau tidak bisa pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” ujar Jonan.
Ia juga menyoroti pemerataan penyediaan listrik di seluruh Indonesia. Dalam penyediaan listrik, harus melihat aspek geografisnya. Contohnya, untuk daerah timur Indonesia itu tidak perlu membangun pembangkit berbahan baku batubara karena sumbernya banyak di Indonesia Tengah.
Jonan menyarankan, lebih baik menggunakan sistem off grid di daerah timur Indonesia. Artinya, tidak memakai jaringan transmisi dan distribusi. Penyediaan listrik memanfaatkan sumber daya yang ada, seperti tenaga air atau surya. (Baca: Tak Ada Subsidi, PLN Tolak Penetapan Tarif PLTMH dari Pemerintah)
Saat ini, menurut Jonan, masalah pemerataan penyediaan listrik penting karena elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 88,3 persen. “Ukurannya sambungan rumah., makanya ada daerah yang memiliki listrik tapi jalannya gelap,” kata dia.