Pengusaha Listrik Khawatirkan Polemik Menteri ESDM dan Bos PLN

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yura Syahrul
27/6/2016, 11.58 WIB

Seperti diketahui, Menteri Energi Sudirman Said sempat menyentil PLN yang dianggap kerap tidak sejalan dengan regulasi. “Market tidak melihat kesatuan gerak antara regulasi dan implementasi. Regulasi dibuat untuk memberi kemudahan, namun implementasinya kadang tidak sesuai,” kata Sudirman saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR pekan lalu.

Dia mengungkapkan lima pembangkangan yang dilakukan PLN. Pertama, tentang pembelian kelebihan tenaga listrik dengan patokan harga tertinggi. Kementerian mengeluarkan dua peraturan mengenai hal ini pada tahun lalu, tapi PLN tidak menjalankannya dan menetapkan aturan sendiri.

Kedua, terhadap Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015 memberikan penyederhanaan proses pembangkit swasta (IPP). Namun, PLN justru memberikan banyak tambahan aturan baru. Dampaknya, proses pengadaan IPP menjadi panjang.

Ketiga, terhadap Permen ESDM 19/2015 yang mengatur tarif pembangkit mikro hidro (PLTMH) di bawah 10 MW dengan harga 6,75 - 14,4 US sen per kwh. Namun PLN menetapkan tarif sendiri. Ini dinilai dapat menghambat target penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). (Baca: Kementerian BUMN Dukung PLN Soal Tarif Listrik Mikro Hidro).

Keempat, terkait daerah krisis atau yang belum terjangkau listrik PLN, dapat dilistriki badan usaha lain. Pada Agustus 2015, PLN keberatan melepas sebagian wilayah usahanya karena dianggap sebagai aset dan sudah melakukan perencanaan terhadap wilayah tersebut.

Kelima, proyek transmisi tegangan tinggi atau high voltage direct current transmission (HVDC) Sumatera - Jawa 500 kilovolt. Proyek ini telah diputuskan untuk dikerjakan sesuai kajian, tapi PLN malah melakukan kajian ulang. Padahal, pendanaan sudah jelas dan tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025. (Baca: Jokowi Perintahkan Selesaikan 34 Proyek Pembangkit yang Mangkrak)

Halaman: